KOMPAS.com – Universitas Pendidikan Indonesia ( UPI) menyelenggarakan pidato kehormatan guru besar 2022 secara luring di gedung Achmad Sanusi, Rabu (19/10/2022).
Tiga guru besar UPI berkesempatan menyampaikan pidato kehormatan, yaitu Guru Besar Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS) Prof. Dr. Nenden Sri Lengkanawati, M.Pd, Guru Besar Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Prof. Dr. Cece Rakhmat, M.Pd, serta Guru Besar Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd.
Pada kesempatan pertama, Nenden Sri Lengkanawati menyampaikan pidato kehormatan yang mengangkat judul “Strategi dan Otonomi Belajar Bahasa Dalam Konteks Kebijakan Pendidikan Merdeka”.
Dia menyoroti strategi mengetengahkan satu perangkat yang dipilih peserta didik sesuai waktu yang sesungguhnya atau real time dengan mempertimbangkan perubahan yang terjadi di lingkungan.
Menurutnya, hal itu bisa untuk mengoptimalkan peluang keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan belajar dan menggunakan bahasa sasaran.
Baca juga: Guru Besar UPI: Perlu Ada Pembagian Urusan Pendidikan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
“Dalam proses belajar, siswa harus memanfaatkan pengetahuan tentang kemampuan diri mereka sendiri sebagai pembelajar dan memanfaatkan pengetahuan tentang tugas-tugas dalam belajar,” katanya dalam siaran pers, Rabu (26/10/2022).
Selain itu, kata Nenden, peserta didik harus memahami strategi yang tepat untuk digunakan dalam konteks tertentu dalam mengembangkan pengetahuan interface.
Pengetahuan akan interface adalah yang menghubungkan apa yang mereka miliki dengan apa yang ingin mereka kuasai sesuai suasana lingkungan belajarnya.
Nenden menjelaskan, konsep strategi pembelajaran dan otonomi pembelajar muncul sebagai salah satu respons terhadap tantangan dan perubahan yang muncul dalam bidang pendidikan. Keduanya adalah atribut pembelajar dalam konteks belajar itu sendiri.
Menurutnya, kesadaran peserta didik tentang strategi belajarnya dan pemanfaatan strategi tersebut dapat menyebabkan dan atau memperkuat kemandirian pembelajar itu sendiri.
Baca juga: Guru Besar UPI Jelaskan Dampak Pandemi Covid-19 terhadap MSDM Perusahaan
“Kemudian, peserta didik akan mengambil kendali lebih besar dari proses pembelajaran mereka sendiri,” ungkapnya.
Selanjutnya, penggunaan teknologi dalam mengembangkan strategi pembelajaran dan otonomi pembelajar juga merupakan kunci pembelajaran pada abad 21.
Nenden menjelaskan, kebijakan merdeka belajar dan kampus merdeka sangat sejalan dengan prinsip penguatan strategi belajar (learning strategies) dan penguatan kemandirian pembelajar (learner autonomy) itu sendiri.
Menurutnya, learning strategies yang telah dirumuskan dalam Strategic Self-Regulation membuahkan upaya positif yang dapat dilakukan dalam proses belajar-mengajar.
Menurutnya, pemanfaatan strategi belajar membentuk pembelajar yang mandiri. Dia juga mengimbau strategi belajar dan kemandirian pembelajar tidak dilihat sebagai sasaran akhir dari upaya pendidikan.
“Justru keduanya harus dilihat sebagai instrumen dan mekanisme dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri,” terangnya.
Baca juga: Guru Besar UPI Paparkan 3 Komponen Penting untuk Implementasikan Pendidikan Manajemen
Dalam konteks pembelajaran bahasa, kata Nenden, tujuannya adalah kemahiran berbahasa yang paripurna.
Dia menilai, strategi belajar bahasa dan kemandirian pembelajar bahasa mempunyai posisi yang penting dalam konteks bahasa Inggris sebagai lingua franca, atau English as lingua franca (ELF), yang dipahami sebagai bahasa kontak non-lokal yang digunakan lintas komunitas secara global.
Pada kesempatan kedua, pidato kehormatan disampaikan Cece Rakhmat yang mengangkat judul “Self-Therapy: Melintas Rintang Menuju Gerbang Kebahagiaan’’.
Cece menjelaskan, manusia akan berusaha memecahkan masalah, baik meminta bantuan kepada konselor, psikolog, psikiater, bahkan kepada teman, orang tua, atau saudara.
“Hal yang menarik adalah keberadaan orang lain ini membawa cermin besar untuk memandang kembali diri kita sendiri,” katanya.
Baca juga: Guru Besar UPI Sampaikan 5 Pilar Fondasi Pendidikan Matematika yang Baik
Pada akhirnya, pemecahan masalah itu justru muncul dari pikiran manusia sendiri. Setelah menjernihkan pandangan, mendefinisikan kekalutan, menerjemahkan ulang tujuan hidup yang semula porak-poranda.
“Inilah yang kemudian memutar arah haluan kita dari kelemahan menuju kelebihan diri,” ungkapnya.
Cece pun menekankan perlunya merekonstruksi tujuan sebagai salah satu langkah jitu memecahkan masalah hidup.
Dia menyebutkan, terapi diri (self therapy) menjadi suatu langkah yang harus ditempuh dan paling jitu dengan menggunakan pikiran sendiri.
“Kesadaran diri untuk berpikir menjadi kekuatan yang mujarab dalam memecahkan masalah. Biasanya kegiatan ini dilakukan bagi orang-orang yang merasa yakin bahwa dirinya mampu memecahkan masalah,” sebutnya.
Cece menilai, proses merenung dan berusaha memecahkan masalah sangat mendesak untuk mengurai masalah yang dihadapi.
Baca juga: Guru Besar UPI Jelaskan Pentingnya Strategi Pemasaran Digital untuk Kenali Kebutuhan Pelanggan
“Setidaknya, itu pengalaman saya yang juga dialami secara intersubjektif. Di dalam logika, kita mencoba menelusuri apa gerangan yang menyebabkan kita memiliki masalah,” katanya.
Dia menegaskan, keterampilan memecahkan masalah kehidupan dengan self therapy penting untuk dipelajari setiap orang, terlepas dari kalangan mereka.
“Kita tidak menafikan bahwa kecemasan, kekurangan, kekecewaan, sakit hati, kemarahan, kesedihan, dan berbagai bentuk emosi negatif selalu menggempur kita detik demi detik,” tegasnya.
Namun, lanjut Cece, konsep self therapy sangat luas dan mengacu pada gagasan untuk menangani masalah emosional atau psikologis seseorang, tanpa bantuan terapis.
Dia menjelaskan, self therapy sejatinya mengantarkan manusia untuk kembali pada potensi positif yang mungkin telah lama menunggu untuk dikembangkan.
Potensi tersebut adalah untuk melintasi rintangan, melewati segala kekecewaan, keresahan, kecemasan, kesedihan, kemarahan, dan sakit hati.
Baca juga: UPI Tambah 4 Guru Besar Baru
Self therapy diharapkan membantu melewati itu semua dan mengubahnya menjadi keyakinan baru dan menghadirkan perspektif berbeda yang lebih konstruktif.
“Konsep ini juga memiliki kesadaran untuk mendengarkan nurani terdalam dari diri kita. Nurani, anugerah Tuhan, yang selalu bergema sejak kita bayi; bangkit dan berjalanlah,” ungkap Cece.
Pada kesempatan ketiga, pidato kehormatan disampaikan Syamsu Yusuf LN yang mengangkat judul “Kerangka Kerja Bimbingan dan Konseling Komprehensif untuk Akselerasi Kesehatan Mental Remaja dalam Mempersiapkan Generasi Emas 2045”.
Syamsu menjelaskan, kehidupan umat manusia saat ini dihadapkan dengan berbagai masalah atau tantangan yang semakin kompleks.
Beberapa masalah itu bahkan belum pernah terjadi sebelumnya, seperti masalah sosial, ekonomi dan lingkungan hidup yang dipicu akselerasi globalisasi dan perkembangan teknologi yang sangat cepat.
Baca juga: Guru Besar UPI Minta Kurikulum Pendidikan Manajemen Perkantoran Tekankan “Literacy Skills”
“Masa depan dampak negatif era globalisasi yang terjadi pada abad 21 telah memicu lahirnya berbagai problema kehidupan manusia, baik secara personal maupun sosial,” katanya.
Syamsu menyebutkan, kondisi lingkungan yang tidak sehat sangat mempengaruhi perkembangan pola perilaku atau gaya hidup (lifestyle) peserta didik, khususnya yang berusia remaja.
Hal itu bisa dilihat dari kecenderungan untuk menyimpang dari kaidah-kaidah moral atau akhlak hingga gejala perilaku salah suai (maladjustment),
Dia mencontohkan, perilaku menyimpang tersebut, seperti pelanggaran tata tertib sekolah, tawuran, mengonsumsi minuman keras, hingga menjadi pecandu narkoba atau narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), kriminalitas, bullying, pergaulan bebas (free sex), dan prostitusi.
Syamsu menyebutkan, pengaruh lainnya adalah berkembangnya mental yang tidak sehat, seperti perasaan cemas, stress, dan perasaan terasing.
Baca juga: Guru Besar UPI: Keterlibatan Perempuan dalam Olahraga Masih Terganjal Persepsi Masyarakat
“Fenomena masalah mental yang tidak sehat ini banyak dialami peserta didik, baik pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi,” sebutnya.
Dia menilai, maraknya perilaku menyimpang di kalangan siswa atau mahasiswa saat ini menunjukkan mereka masih lemah dalam aspek kepribadian atau dimensi psikososiospiritualnya.
“Kondisi ini menunjukkan pula bahwa mereka membutuhkan sentuhan pendidikan yang dapat memfasilitasi berkembangnya kepribadian atau karakter yang mantap,” kataya.
Dengan begitu, kata Syamsu, mereka dapat mencegah terjadinya penyimpangan perilaku tersebut. Dalam hal ini, sentuhan pendidikan tersebut adalah layanan bimbingan dan konseling.
Dia menjelaskan, kesehatan mental merupakan komponen utama dari kohesi sosial, produktivitas, kedamaian, dan stabilitas dalam kehidupan bersama, serta berkontribusi terhadap pengembangan sosial-ekonomi masyarakat.
Baca juga: Guru Besar UPI Paparkan 3 Solusi Pembelajaran Bahasa Jepang di Indonesia
Menurutnya, promosi Kesehatan mental dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan mental (mental well-being) untuk semua lapisan masyarakat, termasuk orang-orang yang mengalami masalah kesehatan mental.
“Pengembangan dan implementasi perencanaan yang efektif untuk mempromosikan kesehatan mental sangat kondusif bagi peningkatan kesejahteraan mental bagi semua orang,” terangnya.
Syamsu menambahkan, pada abad 21 telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling.
Perubahan itu adalah dari pendekatan yang berorientasi konvensional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif.
“Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (developmental guidance and counseling) atau bimbingan dan konseling komprehensif (comprehensive guidance and counseling) ini bersifat edukatif, perkembangan, dan outreach,” ujarnya.
Syamsu menjelaskan, dalam rangka akselerasi kesehatan mental bagi peserta didik agar berkembang menjadi wellness person atau insan kamil, perlu lebih diperkokoh peranan program bimbingan dan konseling di sekolah.
Baca juga: Lewat Kampus Mengajar, UPI Berupaya Tingkatkan Pemerataan Kualitas Pendidikan
Program tersebut bisa dilakukan melalui regulasi yang jelas dari pihak pengambil kebijakan atau pemerintah.
Program itu juga membutuhkan komitmen dari berbagai pihak untuk bersinergi atau berkolaborasi dalam mengimplementasikannya.
Syamsu memaparkan, penyelenggaraan program bimbingan dan konseling yang dilakukan konselor atau guru bimbingan dan konseling, meliputi layanan dasar, layanan responsif, layanan perencanaan individual, dan dukungan sistem.
“Sementara itu, strategi layanannya adalah bimbingan dalam skala besar (large group guidance), bimbingan klasikal (classroom guidance), bimbingan kelompok (small group guidance), konseling individual, dan konseling kelompok,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Guru Besar UPI Karim Suryadi mengatakan, pidato kehormatan guru besar diperuntukan bagi Guru Besar UPI untuk menyampaikan professional legacy-nya.
Baca juga: Rektor UPI Sebut Sarjana Harus Punya Kompetensi Dasar dan Terapan yang Dibutuhkan Lapangan Kerja
“Kita semuanya mendengarkan legacy profesional dari para guru besar yang telah mereka tanamkan kepada kehidupan yang mereka sentuh dengan para koleganya, peserta didik atau mahasiswa dan kepada siapa saja yang pernah berinteraksi dalam sepanjang jalan kehidupan,” katanya.
Karim menegaskan, pidato kehormatan guru besar tersebut merupakan komitmen para guru besar yang tak pernah padam dalam panggilan profesi dan almamaternya.
Pada kesempatan itu, Rektor UPI M Solehuddin mengapresiasi keberhasilan para guru besar dalam mengabdi kepada dunia profesi yang ditekuni bersama.
“Hal itu adalah sebuah accomplishment yang membanggakan, baik bagi keluarga maupun bagi UPI itu sendiri,” sebutnya.
Selain itu, Solehuddin juga berterima kasih dan memberi penghargaan kepada guru besar yang menyampaikan pidato kehormatan. Sebab, mereka telah mencapai masa purna tugas dalam jabatan guru besar.
“Semoga semua jasa, karya, dan bimbingan yang telah diabadikannya, menjadi barokah dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT,” katanya.
Baca juga: UPI Salip UGM, Cek 10 PTN Terbaik Indonesia Versi THE AUR 2022
Solehuddin mengatakan, dalam era digitalisasi dan knowledge economy ini, sedang terjadi sebuah pergeseran nilai (shifting values) yang semakin mewarnai perubahan dalam sistem ekonomi dunia dan tentunya Indonesia.
Menurutnya, sebagai bagian integral dari sistem ekonomi, UPI semakin dituntut untuk mengikuti arah shifting values tersebut agar semakin berperan signifikan dalam membangun knowledge economy.
“Shifting values inilah yang akan menjadi tantangan bagi UPI untuk berkembang mengikuti zaman yang berubah sehingga menjadi universitas yang paling tinggi nilai dan manfaatnya di mata masyarakat dan bangsa,” katanya.
Solehuddin menjelaskan, sejak menyandang status perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-bh), UPI telah berkembang pesat seperti yang ditunjukkan dalam World University Rankings (WUR) 2022.
“Kita patut berbangga, kini UPI dipercaya pemerintah untuk menjadi salah satu center of excellence (CoE) pengembangan program pendidikan (pre-service) dan pelatihan (in-service) teknik dan vokasi yang berstandar nasional dan internasional, bagi guru, instruktur, pemimpin, dan peserta umum,” paparnya.
Baca juga: 8 Kampus dengan Bidang Pendidikan Terbaik di Indonesia, UPI Nomor 1