KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia tengah berupaya melakukan transformasi digital sebagai salah satu bagian dalam pembangunan nasional. Dalam hal ini, pemerintah telah merancang Peta Jalan Indonesia Digital 2021-2024.
Peta jalan tersebut dirancang untuk mempercepat transformasi digital dengan empat fokus utama, yaitu infrastruktur digital, pemerintahan digital, ekonomi digital, dan masyarakat digital.
Untuk menyambut upaya pemerintah tersebut, Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Dr. Vanessa Gaffar, S.E., Ak., M.B.A membeberkan strategi pemasaran dalam membangun bisnis pada masa depan.
Dia menjelaskan, salah satu yang dapat dilakukan pebisnis pada era ekonomi digital adalah implementasikan strategi pemasaran digital.
“Strategi pemasaran yang menggunakan teknologi tersebut dapat membantu aktivitas pemasaran memperbaiki pengetahuan pelanggan dalam menyesuaikan kebutuhan mereka,” katanya.
Baca juga: Digital Marketing: Definisi, Jenis, Kelebihan, dan Contohnya
Dia mengatakan itu dalam pidatonya yang bertajuk “Strategi Pemasaran Digital untuk Membangun Bisnis Masa Depan” pada acara pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis (FPEB) UPI di Kampus UPI, Jakarta, Rabu (18/5/2022).
Vanessa juga mengatakan, perusahaan yang mengimplementasikan strategi pemasaran digital harus secara konsisten mengamati digital marketing trend berdasarkan evolusi teknologi dan platform untuk melihat peluang yang ada.
Salah satunya dengan menggunakan media sosial berbasis internet yang memungkinkan pengguna mengkomunikasikan konten secara online dengan cepat, seperti informasi personal, dokumen, video dan foto.
Vanessa mengungkapkan, perkembangan media sosial di Indonesia sangat pesat yang ditandai dengan semakin bertambahnya pengguna internet hingga mencapai 204,7 juta pada Januari 2022.
Dalam jumlah tersebut, 191 juta di antaranya adalah pengguna aktif media sosial (Data Indonesia, 2022).
Baca juga: Mahasiswa Wajib Tahu Pentingnya Digital Marketing di Masa Kini
Adapun platform media sosial yang banyak digunakan di Indonesia adalah WhatsApp (88,7 persen), Instagram (84,8 persen), Facebook (81,3 persen), dan TikTok (63,1 persen).
“Karakteristik yang dimiliki media sosial ini memungkinkan perusahaan berinteraksi dua arah dengan pelanggannya sehingga perusahaan akan mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkan dan diinginkan pelanggan,” terangnya.
Menurutnya, peran dari Customer Relationship Management (CRM) berguna dalam mengelola hubungan pelaku usaha dengan pelanggannya berbasis database.
Personalisasi yang menjadi ciri khas dari CRM akan dapat diterapkan dengan mengetahui perbedaan antara satu pelanggan dengan pelanggan lainnya.
Vanessa memaparkan, dengan mengombinasikan penggunaan media sosial dan CRM, para pelaku usaha akan dapat mengoptimalkan penciptaan hubungan berkelanjutan dengan pelanggan yang melibatkan interaksi dua arah, fleksibel, dan responsif terhadap berbagai perubahan yang ada.
Konsep Social CRM itu juga akan memperhatikan pelanggan secara personal dan fokus kepada cara mereka menciptakan pengalaman yang tak ternilai dengan melibatkan pelanggan.
Baca juga: Profesi yang Banyak Dicari, Apa Itu Digital Marketing?
Dengan begitu, kata dia, akan terbangun hubungan dengan pelanggan yang sangat berharga sehingga dapat menciptakan tingkat keintiman dalam melibatkan pelanggan yang selama ini sulit dicapai dalam konsep pemasaran tradisional.
Vanessa menambahkan, karakteristik lingkungan eksternal yang mudah berubah, dinamis, penuh turbulensi, dan tidak dapat dikendalikan mengharuskan para pelaku usaha untuk dapat mengantisipasinya dengan agile atau lincah.
Oleh karena itu, perpaduan antara media sosial dan CRM yang digabungkan dengan agility dari sebuah entitas usaha akan menjadi salah satu strategi yang dapat diterapkan untuk bertahan dan bersaing pada era ekonomi digital.
“Konsep inilah yang disebut dengan agile social CRM. Pergeseran konsep dari CRM dari social CRM menuju agile social CRM akan terlihat dari beberapa indikator, seperti siapa, apa, di mana, kapan, mengapa, dan bagaimana,” terangnya.
Dia menjelaskan, konsep CRM menekankan kepada departemen tertentu dalam suatu organisasi yang terlibat.
Baca juga: Ini Cara Bijak Sikapi Unggahan Rekomendasi Saham di Sosial Media
Prosesnya pun lebih berorientasi pada perusahaan dengan memiliki berbagai saluran pemasaran yang sudah ditetapkan, begitu pula dengan jam operasional perusahaan.
Pesan-pesan yang disampaikan juga lebih bersifat pesan dari perusahaan yang mengalir keluar dan ditujukkan kepada pelanggan.
“Lain halnya dengan konsep Social CRM. Pihak yang terlibat dalam keseluruhan proses adalah semuanya atau tidak hanya pada departemen tertentu saja sehingga orientasi prosesnya lebih kepada pelanggan,” jelasnya.
Vanessa menyebutkan, saluran pemasaran yang ditetapkan bisa berdasarkan apa yang diinginkan pelanggan sehingga mereka pula yang menentukan waktu operasional perusahaan.
Dengan kata lain, Social CRM menekankan adanya interaksi dengan pelanggan sehingga pesan yang ada lebih kepada pesan yang datang ke dalam, yaitu pesan yang disampaikan pelanggan ke perusahaan.
Lebih lanjut, Vanessa mengungkapkan, konsep Agile Social CRM memiliki beberapa perubahan yang terlibat dalam keseluruhan proses karena semuanya memiliki kebutuhan khusus.
Baca juga: Mengenal SEO dan Perannya dalam Marketing Online
Menurutnya, prosesnya tidak hanya berorientasi kepada pelanggan tetapi menjadikan pelanggan dominan dalam proses tersebut.
Saluran pemasaran yang ada juga bukan hanya saluran pemasaran yang diterapkan secara paralel, melainkan secara menyilang dan terintegrasi atau biasa disebut omnichannel.
Hal itu dilakukan agar bisa menciptakan pengalaman pelanggan yang lebih baik, sehingga tercipta hubungan yang lebih baik dengan pelanggan di berbagai kontak poin dengan waktu yang lebih fleksibel.
“Itu akan menimbulkan new engagement sehingga pesan yang ada juga bersifat pesan yang dibagikan ke dalam dan ke luar dari dan untuk perusahaan dan pelanggan,” terangnya.
Vanessa menyampaikan, strategi dalam mengimplementasikan model agile social CRM juga memiliki berbagai tantangan yang akan dihadapi para pelaku usaha.
Pertama adalah pengidentifikasian karakteristik, kebutuhan, dan keinginan pelanggan yang tidak dapat diabaikan. Terlebih, kebutuhan setiap pelanggan berbeda dengan yang lainnya.
Baca juga: Flexing Marketing Bukan untuk Smart Consumer
“Semua ini hanya bisa dilakukan jika para pelaku usaha menyimpan semua data tentang pelanggan dalam sebuah basis data,” katanya.
Tantangan kedua adalah cara para pelaku usaha mengelola database pelanggan. Menurutnya, perubahan mindset terhadap konsep CRM yang selama ini dikaitkan dengan teknologi tinggi juga diubah.
Pasalnya, penggunaan teknologi sederhana memungkinkan pelaku usaha menerapkan konsep CRM.
Tantangan ketiga adalah cara para pelaku usaha membuat suatu program yang kreatif, inovatif, produktif, dan berorientasi pada digital-centric yang dapat menimbulkan keterlibatan pelanggan.
“Ini berhubungan dengan bagaimana menciptakan pelanggan dengan segala kemampuannya dan secara sukarela berkontribusi terhadap perusahaan,” ujarnya.
Dengan begitu, jelas Vanessa, akan tercipta suatu keintiman dengan pelanggan yang akan mengarah kepada loyalitas pelanggan.
Baca juga: Pakar dari UPI Masuk Daftar Ilmuwan Paling Berpengaruh di Dunia