KOMPAS.com - Guru Besar UPI dalam Bidang Ilmu Pendidikan Matematika pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Nurjanah menyampaikan lima pilar fondasi pendidikan matematika yang baik sesuai National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) atau Dewan Nasional Guru Matematika.
“Pertama, keadilan. Keunggulan dalam pendidikan matematika membutuhkan kesetaraan, harapan tinggi dan dukungan yang kuat untuk semua siswa dalam menerima pendidikan,” ucap Nurjanah dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (27/5/2022).
Pernyataan tersebut ia sampaikan saat menyampaikan pidato tentang “Implementasi Information Communication Technology (ICT) dalam Pembelajaran Matematika di Era Revolusi Industri 4.0.” dalam acara pengukuhan guru besar secara resmi oleh Rektor UPI di Kampus UPI pada Kamis, (19/5/2022).
Pilar kedua, kata Nurjanah adalah kurikulum. Kurikulum dipandang lebih dari sekedar kumpulan dokumen atau rencana kegiatan.
Baca juga: Guru Besar UPI Minta Kurikulum Pendidikan Manajemen Perkantoran Tekankan “Literacy Skills”
“Kurikulum yang baik harus koheren, fokus tersistematis, terkait pada peningkatan keterampilan matematis, dan dapat disajikan secara aplikatif di dalam pembelajaran,” jelasnya.
Ketiga, lanjut Nurjanah, proses pembelajaran. Siswa harus belajar matematika dengan pemahaman yang komprehensif, aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman serta pengetahuan sebelumnya.
Pilar keempat adalah penilaian. Penilaian harus mendukung pembelajaran matematika yang penting dan memberikan informasi berguna sebagai umpan balik untuk perbaikan bagi guru dan siswa.
“Terakhir, yaitu teknologi yang sangat penting dalam menunjang pembelajaran matematika khususnya di era saat ini,” ujar Nurjanah.
Pada kesempatan itu, Nurjanah menjelaskan bahwa peran integrasi teknologi dalam pelbagai bidang kehidupan terus meningkat seiring dengan hadirnya revolusi industri 4.0.
“Saat ini, tidak seperti sebelumnya, perubahan teknologi secara pesat menuntut keunggulan pendidikan dan inovasi sistem di sekolah dalam merespons dunia yang terus berubah dengan lebih baik,” ujarnya.
Hadirnya revolusi industri 4.0, imbuh Nurjanah, memunculkan pula pekerjaan-pekerjaan baru dalam berbagai bidang.
Adapun bidang tersebut, antara lain robotic, smart computer, artificial intelligence, digital finance, internet of things, dan big data analytics serta bidang-bidang yang relevan.
Baca juga: Artificial Intelligence Belum Akan Gantikan Peran Manusia, Ini Sebabnya
Menurut Nurjanah, siswa perlu menguasai keterampilan yang mencakup sejumlah skill personal dan sosial yang ada dalam pembelajaran abad 21.
“Keterampilan yang dimaksud itu, seperti critical thinking, creativity, collaboration, dan communication yang kemudian istilah ini populer dengan keterampilan 4C,” imbuhnya.
Oleh karenanya, bidang ilmu matematika itu penting karena berkontribusi membentuk keterampilan abad 21 pada siswa. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh NCTM.
NCTM sebagai salah satu kiblat pendidikan matematika di dunia Internasional, menyampaikan pernyataan, siapa yang memahami dan mampu menerapkan konsep-konsep matematis di era seperti ini, akan lebih mampu membuat peluang dan pilihan untuk menciptakan masa depannya sendiri.
Baca juga: 5 Cara Mengasah Kecerdasan Logis Matematis Anak
“Hal ini secara tidak langsung mengisyaratkan keterampilan matematis dapat membuka pintu masa depan yang lebih baik,” ucap Nurjanah.
Pada kesempatan tersebut, ia menjelaskan bahwa ICT berperan sebagai media untuk memperkaya konsep matematika yang diajarkan dalam rangka meningkatkan kualitas keterampilan dan wawasan siswa.
Integrasi teknologi dalam pendidikan, sebut dia, adalah bidang yang sangat menarik untuk dikaji.
“Banyak peneliti tidak hanya tertarik pada potensi teknologi dalam mengubah praktik pembelajaran di kelas, tetapi juga cara guru mengintegrasikan teknologi dan mentransformasikan pembelajaran tersebut secara efektif,” ucap Nurjanah.
Menurutnya, terdapat dua jenis hambatan ketika berbicara tentang integrasi guru dan teknologi.
Baca juga: Guru Besar UPI Paparkan 3 Solusi Pembelajaran Bahasa Jepang di Indonesia
Pertama, kata Nurjanah, hambatan terkait sumber daya, seperti akses ke alat digital, perangkat lunak, internet, dan waktu untuk merencanakan dan mengajarkan pelajaran berbasis teknologi.
“Ini juga mencakup pelatihan dan dukungan teknologi, yang berkontribusi pada pengetahuan guru tentang teknologi dan bagaimana mengintegrasikannya ke dalam praktik mereka,” jelasnya.
Kedua, lanjut Nurjanah, hambatan yang berasal dari guru itu sendiri yg sulit untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi.
Ia mengungkapkan bahwa kebutuhan akan model-model pembelajaran yang adaptif terhadap revolusi industri 4.0 dapat mempercepat proses perubahan iklim pembelajaran digital.
Baca juga: Guru Sekolah Dasar Harus Beradaptasi dengan Pembelajaran Digital
Baik itu pembelajaran dari pertemuan atau diskusi dari tatap muka, menjadi metode teleconference.
“Perpindahan sistem pembelajaran dari on-site menjadi online, dari tatap muka menjadi tatap maya merupakan tantangan perubahan paradigma pembelajaran yang dihadapi guru saat ini,” ujar Nurjanah.
Kondisi pandemi Covid-19, lanjut dia, membuat semua pihak semakin mengenal sistem kuliah online yang sebelumnya cukup asing bagi mereka.
Semua interaksi dilakukan secara digital. Bahkan, absensi digital sudah menjadi hal yang lumrah dan harus dilakukan sebagai pengganti daftar hadir kuliah manual sebagai kebiasaan baru.
Baca juga: Mahasiswa Wajib Tahu, Seperti Ini 5 Etika Ikuti Kuliah Online
“Meski demikian, peran guru tidak dapat digantikan oleh teknologi dalam mentransfer nilai dan etika.
Kehadiran fisik seorang guru, lanjut dia, tetap dibutuhkan oleh siswanya.
Pasalnya, guru berfungsi tidak hanya untuk menyampaikan materi dan transfer ilmu tetapi juga mendidik karakter dan mengajarkan bagaimana memaknai dan menghayati dengan lebih baik.
Ia mengungkapkan bahwa era digital sebenarnya sangat membutuhkan peran peneliti, guru dalam menyaring informasi kepada siswa.
Baca juga: Kemendikbud: Kiat Mendidik Anak di Era Digital
“Menjadi pendidik di era digital ini, guru ditantang untuk membangun komunikasi yang efektif. Tidak berbicara terlalu panjang atau satu arah namun penuh interaksi dan inspirasi,” sebut Nurjanah.
Menurutnya, teknologi diciptakan untuk melengkapi dan membantu manusia dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
“ Teknologi dilahirkan bukan untuk menggantikan peran manusia secara keseluruhan, terutama bagi seorang guru,” jelas Nurjanah.