KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Ibu kota (DKI) Jakarta melalui Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) terus mengoptimalkan layanan digital untuk mempercepat penurunan stunting.
Salah satu inovasi digital yang dikembangkan PPAPP adalah telekonsultasi yang menjangkau jutaan warga DKI Jakarta, secara khusus kelompok masyarakat berisiko stunting.
Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta Tuty Kusumawati mengatakan bahwa selain pelayanan di fasilitas kesehatan (faskes), pihaknya juga menggunakan Pusat Pelayanan Keluarga (Puspa) berbasis digital untuk menekan angka stunting.
Layanan terpadu kesejahteraan dan ketahanan keluarga tersebut, meliputi layanan pusat informasi keluarga, pelatihan peningkatan kesejahteraan dan ketahanan keluarga, magang dan penelitian, serta layanan telekonsultasi atau live chat konsultasi.
Telekonsultasi yang disediakan pada platform digital tersebut, kata Tuty, langsung terhubung dengan Tim Pendamping Keluarga (TPK). Dengan kemudahan akses ini, warga DKI bisa berkonsultasi di mana dan kapan saja tanpa harus mengunjungi faskes.
Baca juga: Cara Pindah Faskes BPJS Kesehatan dengan Mudah, Bisa lewat HP
“TPK itu sekelompok tenaga yang dibentuk dan terdiri dari bidan, penyuluh Keluarga Berencana (KB), dan Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) untuk melaksanakan pendampingan,” jelas Tuty dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (1/12/2022).
Adapun pendampingan tersebut, meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi penerimaan program bantuan sosial (bansos) kepada calon pengantin, ibu hamil, ibu pascapersalinan, anak usia 0-59 bulan, serta melakukan surveilans keluarga berisiko stunting.
Dari filter pencarian di website tersebut terdapat beberapa topik konsultasi. Mulai dari hukum dan kekerasan berbasis gender, psikologi dan kekerasan berbasis gender, kontrasepsi, laktasi, kehamilan dan pascamelahirkan, hingga kewirausahaan.
Baca juga: Viral, Unggahan Bernarasi Tetap Hamil meski Sudah Pakai Alat Kontrasepsi, Apa Penyebabnya?
Berdasarkan beberapa topik konsultasi tersebut, menurut Tuty, kontrasepsi menjadi topik yang paling banyak dengan persentase mencapai 42,44 persen pengguna.
Sementara itu, sebanyak 11,71 persen di antaranya berkonsultasi terkait kehamilan dan pascamelahirkan, serta laktasi.
Selain itu, TPK juga menyediakan materi-materi edukasi lengkap dan komprehensif untuk warga. Dengan begitu, upaya percepatan penurunan stunting bisa menjadi gerakan bersama.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi (ADPIN) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sukaryo Teguh Santoso menyebutkan bahwa TPK seluruh Indonesia berjumlah 200.000 tim.
Baca juga: Wonogiri Targetkan Zero Stunting 2024, Bupati Jekek Minta TPK Optimalkan 4 Hal Ini
Tim yang terdiri dari bidan atau nakes, kader TP PKK dan kader KB atau kader pembangunan lainnya tersebut memiliki tugas untuk mendampingi calon pengantin, ibu hamil, ibu pascamelahirkan, dan juga anak usia 0-5 tahun. Hal ini mengingat pada masa itu merupakan masa emas bagi anak.
“Periode dari hamil sampai dengan anak usia 59 bulan merupakan periode emas 1.000 hari pertama kehidupan,” ucap Sukaryo.
Dia berharap, berbagai inovasi program yang dikembangkan selaras dengan Strategi Nasional Percepatan Penurunan (Stranas) Stunting. Dengan begitu, Indonesia bisa mengejar target prevalensi stunting di angka 14 persen pada 2024.
Sebagai informasi, BKKBN bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Tanoto Foundation menyelenggarakan Webinar Series Generasi Bebas Stunting Seri 3.
Webinar tersebut dilaksanakan dalam rangka road-to untuk menyambut kegiatan Forum Nasional Stunting 2022.
Baca juga: Lewat Materi Audiovisual BKKBN, Bahasa Agama Permudah Masyarakat Pahami Upaya Pencegahan Stunting
Direktur Jenderal (Dirjen) Pembangunan Desa dan Perdesaan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transformasi (Kemendesa PDTT) Sugito mengungkapkan bahwa upaya percepatan penurunan stunting juga menjadi tanggung jawab pemerintah desa.
Selain itu, kata dia, koordinasi pemerintahan daerah (pemda) dan desa juga perlu diperkuat untuk memastikan program-program yang dikembangkan bisa berjalan baik.
“Pemerintah desa mengoptimalkan program dan kegiatan pembangunan desa dalam mendukung penyelenggaraan percepatan penurunan stunting,” ujar Sugito.
Baca juga: Kepala BKKBN Sebut Ratusan Keluarga Terdampak Gempa Cianjur Berisiko Tinggi Stunting
Inovasi yang sudah dikembangkan Pemprov DKI Jakarta tidak hanya berkaitan dengan warga berisiko stunting.
Hal itu juga bisa menambah pengetahuan masyarakat secara umum dengan meningkatkan sosialisasi pemanfaatan program berbasis digital.