Remaja Jadi Salah Satu Target Penanganan Stunting, Mengapa?

Kompas.com - 10/10/2023, 11:48 WIB
Dwi NH,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

Ilustrasi remaja.
Shutterstock Ilustrasi remaja.

KOMPAS.com - Siklus kehidupan perempuan telah dimulai sejak usia remaja. Perempuan bisa menjadi seorang ibu yang akan mencetak generasi unggul Indonesia.

Remaja perempuan yang sehat akan siap menjadi wanita usia subur (WUS) yang sehat.

Namun, masih terdapat permasalahan serius remaja perempuan sebelum mereka menjadi calon ibu yang siap.

Untuk diketahui, Strategi Nasional (Stranas) Stunting mengidentifikasi remaja terutama remaja putri sebagai kelompok sasaran penting selain ibu hamil dan anak usia 0–23 bulan.

Baca juga: Polisi Tangkap 19 Remaja Pelaku Tawuran di Pondok Ranggon Cipayung, Mayoritas Berdomisili di Bekasi

Dilansir dari Stunting.go.id, data Riskesdas 2018 menunjukan bahwa stunting terjadi pada 25,7 persen remaja berusia 13-15 tahun dan 26,9 persen remaja berusia 16-18 tahun.

Mengutip buku Stunting-pedia: Apa yang Perlu Diketahui tentang Stunting, terdapat berbagai penyebab stunting pada masa remaja.

1. Anemia

Anemia adalah kondisi menurunnya jumlah dan ukuran sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin di bawah nilai batas yang ditetapkan. Akibatnya terjadi gangguan pada kapasitas darah untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.

Anemia merupakan indikator kondisi gizi dan kesehatan yang buruk. Anemia akibat kekurangan zat besi dapat mengurangi kesejahteraan individu, menyebabkan kelelahan dan kelesuan, serta mengganggu kapasitas dan produktivitas fisik dan kinerja.

Anemia pada remaja putri tidak hanya akan berpengaruh terhadap kesiapan dalam masa kehamilan, tetapi juga berhubungan dengan status gizi atau pertumbuhan dari remaja tersebut.

Baca juga: Cegah Anemia, Ini Cara Meningkatkan Penyerapan Zat Besi

Artinya, remaja putri dengan kondisi anemia akan mengalami gangguan pertumbuhan sehingga berisiko menjadi ibu yang pendek dan akan berisiko melahirkan anak yang stunting.

2. Malnutrisi

Malnutrisi pada remaja terjadi karena adanya ketidakseimbangan asupan gizi. Pemenuhan gizi remaja yang diabaikan dapat menimbulkan banyak masalah sehingga berpengaruh terhadap rendahnya kualitas hidup manusia.

Oleh karena itu, remaja perlu memahami dan mempraktikkan pola hidup sehat dan bergizi seimbang sebagai salah satu upaya untuk menjaga agar status gizinya tetap baik.

Pada 2018, berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (TB/U), prevalensi remaja usia 13-15 tahun yang mengalami stunting yaitu sebesar 25,7 persen.

Baca juga: Gelar Gender Reveal, Jessica Mila dan Yakup Hasibuan Ungkap Jenis Kelamin Calon Anak

Berdasarkan jenis kelamin, remaja laki-laki lebih banyak mengalami stunting yaitu sebesar 26,5 persen, dibandingkan dengan remaja perempuan hanya sebesar 24,9 persen.

Malnutrisi memiliki implikasi serius bagi kesehatan remaja karena berdampak terhadap kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang.

Hal tersebut disebabkan oleh status gizi remaja putri yang terkait erat dengan hasil kehamilan, kesehatan ibu, serta kesehatan dan kelangsungan hidup anak.

Oleh karena itu, intervensi gizi yang menargetkan remaja dapat memutus siklus malnutrisi dan kemiskinan antargenerasi dan menuai manfaat positif bagi ekonomi dan kesehatan negara.

Baca juga: Cerita Penumpang Berangkat Naik Kereta Cepat Whoosh, Pulang Naik Kereta Ekonomi

4. Kekurangan energi kronik

Remaja yang mengalami kurang energi kronik (KEK) berisiko menjadi ibu hamil dengan kondisi KEK. Masa kehamilan adalah masa kritis tumbuh kembang manusia. Masa depan kualitas hidup manusia akan ditentukan pada masa itu.

KEK terjadi karena kurangnya asupan zat gizi, baik karena faktor ekonomi maupun psikososial seperti penampilan.

Berdasarkan data 2018, prevalensi KEK pada remaja usia 15-19 tahun yang hamil sebesar 33,5 persen dan yang tidak hamil sebesar 36,3 persen.

Sementara itu, pada kelompok usia 20-24 tahun, prevalensi KEK pada wanita hamil dan tidak hamil yaitu sebesar 23,3 persen.

Baca juga: Tidak Punya Keturunan Kembar, Apa Bisa Hamil Anak Kembar?

5. Pernikahan dan kehamilan pada usia anak yang mencakup usia remaja

Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 Pasal 7 menyebutkan bahwa pernikahan hanya diizinkan apabila lelaki dan perempuan sudah mencapai umur 19 tahun. Menikah di bawah usia ini dianggap sebagai pernikahan anak yang dilarang.

Pasalnya, usia pernikahan berhubungan dengan status gizi anak bawah lima tahun (balita), terutama soal stunting. Semakin muda usia pernikahan, maka proporsi balita stunting akan semakin meningkat.

Ibu yang menikah pada rentang usia 15-19 tahun memiliki proporsi 42,2 persen anak balita stunting.

Kemudian rentang usia pernikahan 20-24 tahun memiliki proporsi 37,2 persen anak balita stunting, dan rentang usia pernikahan 25-29 tahun memiliki proporsi 33,7 persen anak balita stunting.

Baca juga: Sebulan Menikah, Hana Hanifah Hapus Semua Foto Pernikahan, Kenapa?

Pernikahan anak memiliki implikasi serius pada keluaran (output) kehamilan, seperti kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah (BBLR), dan kematian bayi. Kehamilan usia anak secara langsung dapat menyebabkan persalinan lama dan persalinan dengan bantuan.

Secara tidak langsung, persalinan pada usia anak akan meningkatkan risiko terjadinya keguguran. Dengan demikian, anak yang lahir pun dapat berisiko mengalami hambatan pertumbuhan dan perkembangan, yang berakhir menjadi stunting.

Upaya yang dilakukan pemerintah

4 dari 10 Remaja Putri Menderita Anemia, FKUI Beri Edukasi Tangkal Anemia dan CacinganDok. UI 4 dari 10 Remaja Putri Menderita Anemia, FKUI Beri Edukasi Tangkal Anemia dan Cacingan

Remaja sebagai calon orangtua dan agen perubahan memiliki peran yang krusial dalam pencegahan stunting.

Untuk mendukung peran mereka, pemerintah menggencarkan berbagai program guna meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup remaja.

Mengutip buku Stunting-pedia: Apa yang Perlu Diketahui tentang Stunting oleh Tanoto Foundation, Indonesia berada di antara negara-negara dengan kebijakan pemenuhan gizi remaja yang rendah. Dari lebih dari 100 kebijakan terkait gizi, hanya delapan yang dianggap fokus pada gizi, dengan dua di antaranya dibuat khusus untuk remaja.

Baca juga: Andien Ungkap Tips Pola Asupan Gizi untuk 1000 Hari Pertama Anak

Kelompok remaja juga saat ini telah tercakup dalam kebijakan dan program gizi di Indonesia. Hal ini karena remaja termasuk ke dalam kelompok yang paling rentan, sebab mereka bisa putus sekolah, bekerja, menikah, atau hamil umumnya.

Upaya khusus dari berbagai pihak terutama pemerintah diperlukan untuk menjangkau remaja yang rentan. Hal ini juga harus melibatkan peran remaja putri maupun putra guna mendukung kesehatan dan gizi mereka.

1. Suplementasi tablet tambah darah (TTD)

Pencegahan anemia pada remaja menjadi salah satu fokus pemerintah dalam menurunkan angka stunting di Indonesia. Seperti diketahui, anemia atau kadar hemoglobin yang rendah menjadi salah satu pemicu munculnya stunting.

Untuk mencegah anemia pada remaja putri, pemerintah melakukan program Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD). Suplemen gizi penambah darah ini biasanya berbentuk tablet atau kaplet atau kapsul yang dapat diperoleh dari program pemerintah atau dibeli secara mandiri.

Program TTD disediakan oleh pemerintah dan didistribusikan kepada kelompok sasaran melalui secara gratis.

Baca juga: Demi Pelayanan Kesehatan yang Baik, Freeport Dukung Pelaksanaan Riskesdas Kabupaten Mimika 2022

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, jumlah remaja putri yang pernah mendapatkan TTD sebesar 22,9 persen. Di Indonesia, sejumlah fasilitas kesehatan (faskes) melaporkan bahwa konsumsi TTD remaja masih sangat rendah.

Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi tentang manfaat dan cara konsumsi TTD bagi remaja putri.

Selain sosialisasi, pemantauan konsumsi TTD perlu ditingkatkan. Pemberian TTD secara mingguan juga perlu dikombinasikan dengan pendidikan gizi tentang anemia dan perilaku makan sehat.

2. Pelayanan kesehatan UKS dan PKPR

Setiap anak usia sekolah dan remaja harus diberikan pelayanan kesehatan agar mereka memiliki kemampuan berperilaku hidup bersih dan sehat, serta keterampilan sosial yang baik.

Dengan demikian, mereka dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

Baca juga: Pakar Sebut Kejagung Butuh Talenta SDM Berkualitas

Pelayanan kesehatan dapat dilakukan melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang diselenggarakan oleh tenaga kesehatan (nakes) dengan melibatkan guru pembina UKS, guru bimbingan dan konseling (BK), kader kesehatan sekolah, serta konselor sebaya.

Pada pelayanan UKS, kegiatan yang dilakukan mencakup pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat yang dalam pelaksanaan kegiatannya memerlukan koordinasi lintas program dan lintas sektor.

Sementara itu, kegiatan PKPR diselenggarakan dengan sasaran semua remaja yang dilaksanakan di dalam atau di luar gedung untuk perorangan atau kelompok yang mencakup beberapa hal, di antaranya pelayanan konseling, pelayanan klinis medis pelayanan, dan pelayanan rujukan.

Baca juga: Ketua TP PKK Kediri: Orangtua yang Sayang Anak Pergi ke Posyandu

3. Pelayanan Posyandu Remaja

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Remaja adalah salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang diselenggarakan untuk pembangunan kesehatan. UKBM dikelola dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, termasuk remaja.

Penyelenggaraan Posyandu Remaja berperan dalam memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan dalam memperoleh pelayanan kesehatan bagi remaja. Hal ini untuk meningkatkan derajat kesehatan dan keterampilan hidup sehat remaja.

Sasaran kegiatan Posyandu Remaja adalah remaja laki-laki dan perempuan usia 10-18 tahun tanpa memandang status pendidikan dan perkawinan, termasuk remaja dengan disabilitas.

Pelaksanaan Posyandu Remaja melibatkan petugas kesehatan, pemerintah desa atau kelurahan (termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi kemasyarakatan, dan lainnya), pengelola program remaja, keluarga dan masyarakat, serta kader.

Baca juga: 4 Tips Bermedia Sosial bagi Remaja

4. GenRe, PIK-R, dan BKR

Untuk diketahui, berdasarkan jurnal Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, jumlah remaja cukup besar, yakni sekitar 64 juta atau 27,6 persen dari total penduduk Indonesia. Oleh karenanya, mereka membutuhkan perhatian dan pembinaan yang baik.

Remaja juga sangat rentan terhadap risiko Triad Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), yaitu seksualitas, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), serta Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS).

Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja, khususnya mereka yang belum menikah, cenderung meningkat. Permasalahan ini sangat kompleks dan mengkhawatirkan karena akan mengurangi kesempatan remaja untuk mempraktikkan perilaku hidup sehat sekaligus mengganggu perencanaan kehidupan pada masa mendatang.

Untuk merespons permasalahan tersebut, pemerintah melakukan berbagai pendekatan, salah satunya melalui pengembangan program Generasi Berencana (GenRe) yang dilakukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Baca juga: BKKBN NTT Wujudkan Kampung Keluarga dengan Pembinaan dan Fasilitas

GenRe dilaksanakan melalui pendekatan dari dua sisi, yaitu pendekatan kepada remaja itu sendiri dan pendekatan kepada keluarga yang mempunyai anak remaja.

Pendekatan kepada remaja dilakukan melalui pengembangan Pusat Informasi dan Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M), sedangkan pendekatan kepada keluarga dilakukan melalui pengembangan kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR).

Sekilas tentang Buku Stunting-pedia

Stunting-pedia: Apa yang Perlu Diketahui tentang Stunting secara khusus ditujukan bagi pemerintah daerah (pemda) sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan stunting, sesuai dengan kondisi di wilayahnya masing-masing.

Selain pemda, berbagai elemen masyarakat juga dapat menggunakan buku tersebut sebagai panduan untuk memahami stunting, mengidentifikasi kontribusi, serta potensi kolaborasi yang dapat dilakukan untuk membantu percepatan penurunan stunting di daerah mereka.

Buku tersebut dibagi menjadi dua jilid, yakni Jilid I yang menjelaskan tentang konsep dasar stunting, mulai dari bagaimana terjadi stunting hingga pencegahannya pada setiap tahapan daur kehidupan.

Baca juga: Kualitas Hidup Masa Remaja Penting Cegah Stunting Generasi Mendatang

Tahapan yang disajikan pun lengkap, dimulai pada masa remaja, calon pengantin (catin), keluarga dengan ibu hamil, keluarga dengan ibu menyusui, anak di bawah dua tahun (baduta), hingga anak di bawah lima tahun (balita).

Sementara itu, Stunting-pedia Jilid II menjelaskan perihal strategi perubahan perilaku, peran pemerintah, berbagai inovasi dari Indonesia maupun negara lain dalam percepatan penurunan stunting, serta pencapaian saat ini dan langkah percepatan penurunan stunting selanjutnya.

Buku Stunting-pedia Jilid I dan Jilid II tersedia dalam bentuk digital dan dapat diunduh secara gratis di laman Siapkan Generasi Anak Berprestasi (SIGAP).

Terkini Lainnya
Mengulik Peran Ibu dalam Mencegah dan Menurunkan Stunting
Mengulik Peran Ibu dalam Mencegah dan Menurunkan Stunting
Tanoto Foundation
Lewat
Lewat "PASTI", BKKBN Percepat Penurunan Prevalensi Stunting di Indonesia
Tanoto Foundation
Ingatkan Pentingnya PAUD, Tanoto Foundation, UI dan Kementerian PPN/Bappenas Gelar Symposium on ECED
Ingatkan Pentingnya PAUD, Tanoto Foundation, UI dan Kementerian PPN/Bappenas Gelar Symposium on ECED
Tanoto Foundation
Bukan Hanya Tulang Punggung Keluarga, Ayah Berperan Besar Mengasuh Anak di Rumah
Bukan Hanya Tulang Punggung Keluarga, Ayah Berperan Besar Mengasuh Anak di Rumah
Tanoto Foundation
Budaya Patriarki Bikin Peran Pengasuhan Anak Makin Sulit
Budaya Patriarki Bikin Peran Pengasuhan Anak Makin Sulit
Tanoto Foundation
Pembentukan Karakter Anak Usia Dini dalam Kerangka Layanan PAUD Berkualitas
Pembentukan Karakter Anak Usia Dini dalam Kerangka Layanan PAUD Berkualitas
Tanoto Foundation
Lewat
Lewat "Desain Berbasis Masyarakat", Komunitas Diajak Berpartisipasi Atasi Stunting di Tanah Air
Tanoto Foundation
Sesuai Deklarasi ASEAN, Pengembangan Anak Usia Dini Harus Dilakukan secara Holistik Integratif
Sesuai Deklarasi ASEAN, Pengembangan Anak Usia Dini Harus Dilakukan secara Holistik Integratif
Tanoto Foundation
Aktif Bantu Penurunan Stunting, Tanoto Foundation Terima Penghargaan dari Mar'ruf Amin
Aktif Bantu Penurunan Stunting, Tanoto Foundation Terima Penghargaan dari Mar'ruf Amin
Tanoto Foundation
Percepat Penurunan Stunting, Pemkab Banyumas Gandeng Tanoto Foundation Hadirkan Rumah Anak Sigap
Percepat Penurunan Stunting, Pemkab Banyumas Gandeng Tanoto Foundation Hadirkan Rumah Anak Sigap
Tanoto Foundation
Cegah Stunting di Kota Semarang, Tanoto Foundation Hadirkan Rumah Anak SIGAP
Cegah Stunting di Kota Semarang, Tanoto Foundation Hadirkan Rumah Anak SIGAP
Tanoto Foundation
Bantu Penurunan Stunting lewat Buku dan e-Learning, Tanoto Foundation Dapat Apresiasi dari BKKBN
Bantu Penurunan Stunting lewat Buku dan e-Learning, Tanoto Foundation Dapat Apresiasi dari BKKBN
Tanoto Foundation
Stunting-pedia, Referensi Baru untuk Bantu Pemda Tangani Stunting di Daerah
Stunting-pedia, Referensi Baru untuk Bantu Pemda Tangani Stunting di Daerah
Tanoto Foundation
Dukung Pendidikan dan Pengasuhan Anak Berkualitas, SEAMEO CECCEP PAUD Luncurkan Policy Brief Universal Child Care
Dukung Pendidikan dan Pengasuhan Anak Berkualitas, SEAMEO CECCEP PAUD Luncurkan Policy Brief Universal Child Care
Tanoto Foundation
Bagikan artikel ini melalui
Oke