KOMPAS.com – Organisasi filantropi independen di bidang pendidikan Tanoto Foundation melanjutkan kerja sama dengan Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa ( UNICEF) untuk menurunkan tingkat stunting di Indonesia.
Kali ini, Tanoto Foundation memberikan pendampingan Komunikasi Perubahan Perilaku Sosial (KPP) atau Social Behavior Change Communication (SBCC) di Jawa Tengah (Jateng) dan Sulawesi Selatan (Sulsel) yang kemudian akan diimplementasikan di kabupaten/kota.
Chief Executive Officer (CEO) Global Tanoto Foundation Satrijo Tanudjojo optimistis kerja sama antara Tanoto Foundation dengan UNICEF Indonesia dapat memberikan dampak yang signifikan untuk menekan prevalensi stunting di Indonesia.
“Kolaborasi ini merupakan salah satu bentuk komitmen Tanoto Foundation untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam upaya percepatan penurunan stunting, ujarnya dalam siaran pers,” Senin (28/11/2022).
Satrijo mengatakan, dibutuhkan partisipasi lebih banyak pihak dan kerja keras bersama untuk mencapai target penurunan prevalensi stunting ke angka 14 persen pada 2024.
Baca juga: Pentingnya Memantau Berat Badan Anak untuk Deteksi Stunting
Adapun Tanoto Foundation bekerja sama dengan UNICEF Indonesia untuk melaksanakan program empat tahun bertema “Unlocking Future Potential with Nutrition: Towards Zero Stunting in Indonesia”.
Kerja sama yang telah terjalin sejak 2021 itu terbagi menjadi dua fase dan diarahkan untuk mendukung target nasional penurunan prevalensi stunting pada anak, dengan berfokus pada promosi perubahan perilaku terkait pemenuhan gizi yang positif.
Pada program fase pertama 2021, kerja sama keduanya menghasilkan pedoman operasional untuk pemerintah provinsi dalam mendampingi, memantau, dan mengevaluasi pemerintah kabupaten/kota menjalankan program KPP atau SBCC.
Kemudian, program fase kedua, Tanoto Foundation akan memberikan pendampingan KPP seperti yang dilakukan di Jateng dan Sulsel.
Adapun total anggaran yang digelontorkan Tanoto Foundation untuk melaksanakan dua fase itu adalah sebesar Rp 33,5 miliar.
Anggaran sebesar ini menjadi bukti komitmen organisasi yang didirikan Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada 1981 ini untuk melaksanakan program penurunan stunting pada 2022 hingga 2025.
Sasaran program fase kedua ditujukan kepada lebih dari 10.000 petugas kesehatan supaya mendapatkan pelatihan mengenai intervensi KPP untuk pencegahan stunting.
Lalu, 4,5 juta orang termasuk pengasuh anak dan ibu hamil dan menyusui diharapkan menerima kampanye KPP yang berada di Jateng dan Sulsel.
Satrijo menegaskan, perubahan perilaku adalah kunci dalam upaya pencegahan stunting.
“Penyampaian informasi atau pesan yang sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi serta pemilihan media dan metode yang tepat sesuai sasaran diharapkan dapat mempercepat penanganan dan penurunan stunting,” jelasnya.
Sementara itu, Perwakilan UNICEF Indonesia Maniza Zaman menyatakan, pentingnya optimalisasi KPP sebagai bagian dari lima pilar strategis dalam Strategi Nasional Stunting.
Dia menyebutkan, 1.000 hari pertama kehidupan adalah periode penting untuk membuka potensi penuh seorang anak.
Baca juga: Percepat Penuruanan Stunting, Tanoto Foundation Kolaborasi Pemprov Jateng
“Kemitraan antara UNICEF dan Tanoto Foundation bertujuan mendorong dan mendukung ibu hamil, pengasuh anak, dan keluarga dalam memahami dan mengadopsi perilaku kunci untuk mencegah stunting, serta mengoptimalkan tumbuh kembang anak selama periode emas tersebut,” ujarnya.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dalam 10 tahun terakhir.
Namun, Indonesia masih terus bergelut dengan salah satu beban permasalahan gizi yang amat serius, yaitu stunting.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita yang bersifat permanen jika tidak ditangani sedini mungkin.
Stunting diakibatkan anak kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, dan tidak mendapatkan stimulasi psikososial yang cukup.
Hal tersebut terutama terjadi sejak masih dalam bentuk janin di dalam kandungan sampai awal kehidupan anak atau 1.000 hari pertama kehidupan.
Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021, 24,4 persen atau lebih dari tujuh juta anak balita mengalami stunting dan lebih dari dua juta balita tergolong sangat kurus (wasted).
Baca juga: Dukung Pemerintah, Tanoto Foundation Latih Guru Lewat Program Pintar Penggerak
Bila semakin banyak anak mengalami stunting, dampaknya akan membatasi kemajuan bangsa menuju tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs).
Hal tersebut pun menjadi ancaman signifikan bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional.