KOMPAS.com – Saat mendengar kata gender, biasanya yang terbesit dalam benak kita adalah klasifikasi jenis kelamin. Padahal, gender bermakna lebih dari itu.
Menurut World Health Organization (WHO), gender mengacu pada sifat atau karakteristik dari laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial dan budaya.
Peran gender bisa berbeda antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya dan dapat berubah seiring berjalannya waktu.
Di sisi lain, jenis kelamin lebih mengarah pada perbedaan fisik antara perempuan dan laki-laki yang tidak bisa dipertukarkan.
Senior Early Childhood and Education Development (ECED) Specialist Tanoto Foundation Fitriana Herarti mengatakan, ada tiga bagian peran gender dalam keluarga yang sering kita dengar, yaitu peran publik, domestik, dan kemasyarakatan.
Dalam ranah domestik, kata dia, peran perempuan identik dengan kegiatan di rumah, seperti membersihkan dan merawat rumah hingga mengasuh anak.
“Sementara itu, laki-laki dipandang lebih pantas bekerja dan berada di luar rumah dibandingkan perempuan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (20/4/2022).
Baca juga: Apa Bedanya Jenis Kelamin dengan Gender?
Meski demikian, kata Fitriana, seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan di berbagai area kehidupan, kesadaran dan pemahaman bahwa peran laki-laki dan perempuan tidak lagi perlu menjadi dikotomis juga tumbuh.
Dia menjelaskan, dalam konteks pengasuhan, peran perempuan dan laki-laki sesungguhnya tidak berbeda.
Keduanya tetap memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama dalam memberikan pengasuhan yang optimal demi tumbuh kembang anak-anak.
Perbedaan prinsip yang berdasar pada jenis kelamin hanya mengacu pada tugas untuk menjalani proses kehamilan, melahirkan, dan menghasilkan air susu ibu (ASI) yang memang berkaitan dengan figur perempuan.
Walaupun proses kehamilan, melahirkan, dan menyusui tersebut menjadi tugas yang melekat pada perempuan, tetapi laki-laki mempunyai peran yang sangat penting untuk memastikan keberhasilan perempuan menjalani ketiga tugas tersebut.
Fitriana mencontohkan, pada masa kehamilan, laki-laki sebagai suami dapat membantu istrinya membersihkan rumah, termasuk memastikan kecukupan asupan gizi bagi kesehatan ibu dan janin.
Baca juga: Menteri PPPA: Kesetaraan Gender Masih Belum Ditemukan di Indonesia, Khususnya di Bidang Pekerjaan
“Sebagai calon ayah, peran laki-laki juga sangat penting dalam memberikan dukungan mental dan emosional agar perempuan atau istri dapat menjalani proses kehamilan dengan tenang dan bahagia,” katanya.
Hal tersebut sesuai dengan sejumlah penelitian yang menyebutkan bahwa ibu hamil yang mengalami stres atau tekanan mental dalam waktu lama dapat memicu terhambatnya pertumbuhan janin.
“ Anak-anak membutuhkan keterlibatan penuh kedua orangtua dalam perjalanan pertumbuhan dan perkembangan mereka,” imbuhnya.
Berikut berbagai kesimpulan studi yang menemukan pentingnya keterlibatan laki-laki dalam pengasuhan:
Untuk mendukung berbagai bukti ilmiah tersebut, Tanoto Foundation melalui program SIGAP membahas dan mendorong keterlibatan laki-laki sebagai figur suami dan ayah sejak dalam perencanaan untuk memiliki anak, kehamilan, kelahiran, hingga dalam praktik-praktik pengasuhan sehari-hari.
Berbagai tips sederhana seputar kehamilan, proses menyusui, dan pengasuhan dapat dijumpai di laman SIGAP yang salah satu fokusnya adalah untuk meningkatkan kualitas pengasuhan bagi anak usia dini, yakni sigap.tanotofoundation.org.
Baca juga: 4 Cara Menstimulasi Kebiasaan Hidup Sehat pada Anak
Dalam semangat memperingati hari lahir Ibu Kartini pada 2022, setiap keluarga di Indonesia bisa mulai mencoba melalui hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari untuk mendukung keterlibatan yang setara dan harmonis antara ayah dan ibu dalam pengasuhan anak.
Kesetaraan dan konsistensi peran pengasuhan ayah dan ibu ini akan menjadi kontribusi nyata keluarga untuk membentuk Generasi Emas 2045, sekaligus sebagai penghormatan pada pahlawan emansipasi Indonesia.