KOMPAS.com – Chair of Board Direct Asia-Pacific Regional Network for Early Childhood (Arnec) Sheldon Shaffaer mengatakan, anak usia dini merupakan kelompok yang paling menderita terdampak krisis iklim.
Menurutnya, dari perspektif pengembangan anak usia dini, anak-anak yang lahir pada 2021 akan menghadapi ancaman yang berhubungan dengan kesehatan dan iklim pada saat mereka berusia 30 tahun pada 2050.
Hal tersebut sesuai laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) berjudul Climate Change 2021: The Physical Science Basis yang menyebutkan, perubahan iklim telah menyebar luas dan menyebabkan terjadinya bencana besar di dunia.
“Jadi, menurut laporan ini, anak-anak yang lahir sekarang akan mengalami dampak krisis iklim yang mengerikan, lebih buruk dari orangtua, atau kakek-nenek mereka,” ujarnya dalam acara Annual Early Childhood Care Education and Parenting Regional Forum, Kamis (30/9/2021).
Sheldon menjelaskan dampak perubahan iklim terhadap anak-anak dan keluarga, yakni berpengaruh kepada tumbuh kembang anak. Menurutnya, meningkatnya masalah iklim bisa meningkatkan stres pada anak sehingga membahayakan perkembangan otak.
Baca juga: Greta Thunberg Kecam Orang Dewasa karena Krisis Iklim
Kemudian, kerusakan lingkungan juga berakibat pada meningkatnya kekerasan fisik pada anak. Bencana yang berhubungan dengan iklim, seperti banjir, badai, termasuk migrasi dan konflik karena isu ini bisa membahayakan anak.
Sheldon menambahkan, dampak krisis iklim juga berakibat pada kesenjangan pelayanan pendidikan anak usia dini ( PAUD). Dengan berbagai bencana yang akan terjadi, gedung layanan akan rusak atau hancur, sehingga tidak beroperasi.
“Akibatnya, akses ke PAUD jadi bisa lebih sulit. Ini akan mengurangi kesempatan anak-anak usia dini belajar,” ujarnya dalam acara yang digelar secara virtual oleh Southeast Asean Ministers of Education Organization Centre for Early Childhood Care Education and Parenting (SEAMEO CECCEP) tersebut.
Pada kesempatan ini, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Muhammad Hasbi turut menjelaskan tantangan dan capaian pemerintah Indonesia dalam mengakomodasi layanan PAUD di masa pandemi Covid-19.
Baca juga: Kapan Waktu Ideal Anak Masuk PAUD? Berikut Penjelasannya
Menurutnya, tingkat partisipasi anak usia dini selama pandemi mengalami penurunan sedikit dari 41,8 persen pada 2020 menjadi 40,17 persen pada 2021.
Ia juga membeberkan beberapa tantangan lainnya, yakni layanan PAUD on site masih rendah, minimnya permintaan atas layanan PAUD, dan persaingan prioritas kebijakan.
"Untuk mengatasi rendahnya layanan di tempat atau on site, diperlukan adanya upaya membangun kemitraan yang terbuka dan sistematis,” jelasnya.
Hasbi mengungkapkan, pemerintah menetapkan beberapa prinsip dalam menyelenggarakan pendidikan di masa pandemi.
Pertama, memprioritaskan kesehatan dan keselamatan ekosistem pendidikan dalam pelaksanaan atau pengambilan keputusan terkait dengan pembelajaran.
Baca juga: 8.396 Siswa PAUD-SMA Jadi Yatim/Piatu karena Orangtua Kena Covid
Kedua, pemerintah tetap memperhatikan tumbuh kembang anak dan kondisi psikososialnya selama pandemi Covid-19.
Ketiga, pemerintah pusat memberikan wewenang terdesentralisasi kepada pemerintah daerah untuk membuat keputusan di bidang pendidikan, misalnya kapan anak masuk sekolah.
“Dalam konteks pandemi, kemitraan antara PAUD dan keluarga merupakan hal yang sangat penting agar kita bisa memastikan anak-anak kita tidak kehilangan masa belajar dan stimulasi untuk berkembang,” katanya.
Kemudian, untuk mengatasi masalah persaingan prioritas atau berkurangnya anggaran untuk PAUD, Hasbi mengatakan, pemerintah mencari peluang untuk menyinergikan pendekatan di tingkat lokal dan desa yang memiliki target umum sama.
“Ada potensi yang tinggi untuk menggunakan sumber daya dari berbagai program untuk mencapai target umum secara efektif dan yang paling penting dapat mensinergikan target itu,” terangnya.
Baca juga: Cara Memilih Mainan Anak PAUD untuk Dorong Perkembangan Motorik
Terkait rendahnya permintaan PAUD, Hasbi mengatakan, pihaknya terus mengkampanyekan pentingnya PAUD dan dukungan pembelajaran. Ini penting untuk mendorong orangtua mendaftarkan anaknya mengikuti PAUD.
Head of Early Childhood Education and Development (ECED) Tanoto Foundation Eddy Henry mengatakan, pendidikan anak usia dini sangatlah penting karena bermanfaat untuk jangka panjang.
Laporan dari Early Learning Matters (OECD) pada 2018 menunjukkan, banyak studi membuktikan dampak positif dari PAUD untuk anak yang kurang beruntung.
Salah satunya, studi dari Perry Preschool Study. Studi ini menunjukkan bahwa anak yang mengikuti PAUD selama dua tahun mengungguli mereka yang tidak mengikuti.
“Kombinasi dari stimulasi sejak dini dan nutrisi akan membuat anak yang mengikuti jenjang lebih tinggi lebih mudah menangkap pelajaran dan melanjutkan perkembangannya,” ujarnya.
Adapun salah satu program PAUD dari ECED adalah SIGAP. Program ini berfokus pada penurunan angka stunting, peningkatan kualitas pengasuhan anak usia dini, dan meningkatkan akses ke layanan anak usia dini yang berkualitas.
Baca juga: Generasi Emas 2045 Terwujud jika Anak Dapat Layanan PAUD Berkualitas
Melalui SIGAP, Tanoto Foundation mendukung target pemerintah untuk menurunkan prevalensi stunting balita di Indonesia menjadi 14 persen pada 2024. Hal ini sesuai dengan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting.
Target tersebut juga sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang menargetkan untuk mengakhiri semua bentuk kekurangan gizi pada 2030, termasuk penurunan prevalensi stunting pada balita yang tertuang dalam indikator 2.2.1.
Untuk meningkatkan kualitas pengasuhan PAUD, Tanoto Foundation mendirikan Rumah Anak SIGAP, yakni pusat layanan pengasuhan dan pembelajaran dini untuk anak usia 0-3 tahun.
Rumah Anak SIGAP menyasar orangtua dan pengasuh utama sebagai penerima manfaat. Tim pengurus Rumah Anak SIGAP terdiri dari koordinator dan fasilitator, yang merupakan anggota masyarakat yang dipilih pemerintah desa atau kelurahan dan Tanoto Foundation.
Sementara itu, untuk peningkatan akses dan kualitas pelayanan PAUD, Tanoto Foundation melalui SIGAP merancang program PAUD untuk anak usia 3-6 tahun.
Baca juga: Hadirkan Rumah Anak Sigap, Tanoto Foundation Pastikan Anak Indonesia Berkembang Sesuai Tahapan
Untuk menyukseskan program ini, SIGAP menetapkan tiga target, yakni meningkatkan partisipasi anak usia dini di jenjang pendidikan TK atau setingkat, meningkatkan pencapaian perkembangan anak sesuai usianya, dan meningkatkan akreditasi lembaga pendamping PAUD.