KOMPAS.com - Tanoto Foundation melalui program Siapkan Generasi Anak Berprestasi (Sigap), berkomitmen meningkatkan sumber daya manusia (SDM) sejak usia dini, dengan menurunkan prevalensi stunting di Indonesia.
Hal tersebut perlu dilakukan karena prevalensi stunting di negeri ini masih sangat tinggi.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2018 menunjukkan, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 30,8 persen. Artinya sekitar 7 juta balita Indonesia mengalami stunting.
Padahal, ketika dewasa seseorang yang mengalami stunting berisiko memiliki tingkat produktivitas rendah.
Untuk mengatasi stunting melalui Sigap, Tanoto Foundation mengajak Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung. lewat kerja sama dalam pendidikan dan pengajaran pada bidang perubahan perilaku dan pola pengasuhan.
Hal tersebut sesuai dengan salah satu strategi besar dari program Sigap, yaitu menjalin kesepakatan dengan Kementerian Sosial (Kemensos).
Lebih lanjut, kerja sama juga mencakup penelitian dan pengembangan tentang perilaku masyarakat terhadap pencegahan dan penanganan stunting, serta pola pengasuhan anak usia dini.
Kerja sama pun melibatkan civitas akademika dan alumni Poltekesos untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan penanganan stunting serta pola pengasuhan anak usia dini.
Kerja sama itu dirasa strategis karena Poltekesos berada di bawah naungan Kemensos. Apalagi Poltekesos telah berdiri sejak 1964, sehingga menjadi perguruan tinggi kedinasan tertua di Indonesia dan alumninya tersebar di seluruh Indonesia.
Baca juga: Alumni Tanoto Foundation Diajak Jaga Bangsa dan Negara Secara Utuh
Kerja sama tersebut pun dapat segera dilaksanakan setelah dilakukan penandatanganan, di Kampus Poltekesos, di Jalan Ir. H. Juanda Nomor 367, Bandung, Selasa (3/11/2020).
Pada kesempatan tersebut, Direktur Poltekesos Marjuki dan Head of Early Childhood Education and Development Tanoto Foundation Eddy Henry sempat memberi sambutan.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI Brian Sriprahastuti juga turut memaparkan materi mengenai komunikasi perubahan perilaku dalam rangka pencegahan stunting.
Menurutnya, kampanye komunikasi dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Namun, strategi interpersonal dan konseling juga penting dilakukan untuk mengubah perilaku, terutama yang berkaitan dengan pengasuhan.
“ Stunting harus ditangani secara holistik melalui peningkatan pola asuh, pola pangan, dan sanitasi," kata Brian.
Pasalnya, lanjut dia, ketiga hal tersebut berkaitan dengan akses ke layanan kesehatan dan stimulasi tumbuh kembang anak, akses gizi dan pangan beragam, akses sarana sanitasi, serta edukasi perubahan perilaku.