KOMPAS.com – James Cook University (JCU), Singapore dan Universitas Gadjah Mada ( UGM) menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait kerja sama di bidang pendidikan dan penelitian. Penandatanganan MoU ini dilaksanakan secara daring, Selasa (18/4/2023).
“MoU ini bukan yang paling penting dalam kolaborasi ini, tetapi implementasi. Jadi, saya ingatkan para perwakilan dari fakultas dan pusat penelitian untuk menindaklanjuti MoU ini dengan implementasi,” ujar Rektor UGM Ova Emilia.
Ova menyebutkan, MoU tersebut juga membuka peluang kedua universitas untuk bekerja sama di bidang dan fakultas lainnya.
Sebelum penandatanganan MoU tersebut, Ova mengatakan, kedua pihak telah bertemu pada awal 2023 dan mendiskusikan potensi kolaborasi dalam publikasi bersama terkait penelitian dan pendidikan.
“(Potensi kolaborasi dalam) program seperti aquaculture, cyber security, environmental science, dan kemungkinan pertukaran kandidat Doctor of Philosophy (PhD) antara UGM dan JCU, Singapore,” ujarnya.
Sementara itu, Deputy Vice Chancellor and Head of Campus JCU, Singapore Chris Rudd mengatakan, dunia tengah memasuki era artificial intelligence (AI), data science, hingga internet of things (IoT).
“Oleh karenanya, peluang multidisiplin yang muncul, baik dalam program pendidikan baru maupun penelitian, sangat menarik,” katanya.
Chris mengatakan, akselerasi dunia teknologi yang cepat memungkinkan adanya akses kepada sistem baru, seperti hadirnya kecerdasan buatan (AI) ChatGPT.
Menurutnya, hal itu membuat institusi pendidikan bisa belajar untuk mengeksploitasi atau mengasimilasikannya dengan cara belajar dan mengajar serta program penelitian.
“Saya yakin kami akan punya banyak diskusi menarik di area tersebut. Dalam jangka pendek, saya pikir program bersama serta pertukaran staf dan pelajar merupakan peluang baik,” katanya.
Dia menyebutkan, jarak 90 menit dari Singapura ke Yogyakarta merupakan peluang baik untuk pertukaran pelajar dan program bersama lainnya.
Campus Dean and Head of Learning, Teaching, and Student Engagement JCU, Singapore Abhishek Singh Bhati menambahkan, penandatanganan MoU tersebut hanyalah puncak dari gunung es dari banyaknya pekerjaan yang bisa dilakukan.
Menurutnya, selain jarak Singapura dan Yogyakarta yang dekat, dua institusi memiliki banyak kesamaan, seperti visi dan misi, nilai-nilai, dan tujuan untuk bergerak maju.
“Saya menantikan lebih banyak perkembangan dan perkembangan dalam segera. Katakanlah dalam enam hingga delapan bulan ke depan,” ujarnya.
Abhishek juga memaparkan, JCU, Singapore memiliki banyak program kuliah paling mutakhir di bidang sains dan teknologi, seperti data science, IoT, cyber security, aquaculture, environmental science, hingga financial technologies.
JCU memiliki School of Social and Health Sciences yang kemungkinan menjadi program paling terkemuka di Singapura. Bahkan, kata Abhishek, ada peluang 50 persen psikolog yang bekerja di layanan kesehatan berasal dari JCU, Singapore.
Direktur Kemitraan, Alumni, dan Urusan Internasional UGM Puji Astuti mengatakan, kerja sama JCU, Singapore dan UGM merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya di QS Conference di Jakarta.
“Kedua universitas berkomunikasi terkait potensi fakultas yang bisa bersinergi. Kemudian, ini dilanjutkan dengan meeting untuk membahas program lebih jauh,” katanya.
Puji menjelaskan, Pemerintah Indonesia memiliki program mobilitas internasional untuk mahasiswa (IISMA) dan UGM memiliki program-program lain yang mewajibkan adanya eksposur internasional sehingga bisa menjadi bagian dari program mengirimkan mahasiswa ke JCU,Singapore.
“Tidak menutup kemungkinan kami akan membuka double degree untuk similar program studi (prodi),” ungkapnya
Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerja Sama dan Alumni Fakultas Biologi Eko Agus Suyono menambahkan, Fakultas Biologi UGM mengembangkan marine biology dan tropical biology.
“Ada match kurikulum antara Fakultas Biologi UGM dengan JCU, Singapore, dalam hal ini adalah Aquaculture atau Marine Biology, sehingga kami berkomitmen menindaklanjuti,” ujarnya.
Alumnus JCU Australia di bidang Algae Biology and Culture tersebut mengatakan, UGM memiliki program dan PhD yang bisa memungkinkan adanya kolaborasi, baik cross work atau penelitian.
“Kami harap itu bisa tercapai, paling tidak ada student exchange. Kami berharap juga bisa melakukan dual degree untuk S1, S2, ataupun S3,” ungkapnya.
Terkait implementasi MoU tersebut, baik UGM dan JCU, Singapore memiliki tim yang akan melancarkan kolaborasi.
Puji mengatakan, UGM memiliki kantor urusan internasional yang ada di setiap fakultas untuk membantu koordinasi.
“Komunikasi bisa dilakukan independen fakultas atau universitas. Kalau sudah banyak detail, faculty members yang akan banyak in charge,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, alumnus Bachelor of Psychology JCU, Singapore dan Master of Psychology UGM Stefanus Suryono turut memberikan testimoni belajar di kedua institusi.
Stefanus mengatakan, satu hal yang dia ingat ketika belajar di JCU, Singapore adalah para pengajarnya. Menurutnya, para pengajar JCU, Singapore sangat mudah didekati, sehingga dirinya bisa langsung bertanya ke mereka terkait hal-hal yang tidak dimengeri setelah jam perkuliahan.
“Bahkan ketika saya menyelesaikan tugas, saya meminta pengajar memberikan umpan balik sehingga saya bisa menjadi lebih baik,” katanya.
Baca juga: Ketahui 5 Perbedaan Psikolog dan Psikiater
Dia juga mengatakan, salah satu skill yang dia dapatkan adalah critical thinking. Kemampuan ini sangat penting dalam psikologi dan membantunya dalam berkarier.
Stefanus mengaku senang belajar dengan staf pengajar di UGM. Ia menilai kuliah di UGM telah membantunya belajar menulis laporan dengan baik dan benar.
“Sebagai psikolog, sangat penting untuk menulis laporan yang baik. Ini membantu proses konseling saya lebih baik. Semoga kerja sama JCU, Singapore dan UGM membawa dampak positif,” ungkapnya.