KOMPAS.com - Sejak kecil, Agustinus Satrio Supoyo sudah terpikat oleh dunia bawah laut. Film Finding Nemo bukan sekadar hiburan baginya, melainkan jendela menuju keindahan Great Barrier Reef yang memukau.
Ketertarikannya terhadap lautan mendalam karena sang ayah berprofesi sebagai instruktur menyelam di Pantai Dok 2, tak jauh dari Kantor Gubernur Papua di Jayapura.
Kecintaannya pada laut bermula dari usia 5 tahun saat dibawa orangtuanya berenang di air laut. Setelah belajar menyelam pada usia 9 tahun, dia melihat dunia bawah laut, termasuk ikan badut atau Nemo yang dia lihat di film.
Kebiasaan berenang itu juga membuatnya semakin terampil. Bahkan, dia turut mewakili Papua dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016 dan 2021 pada cabang olahraga selam.
Namun, kecintaannya pada dunia laut dan aktivitas menyelam terusik. Kegiatan masyarakat yang menangkap ikan dengan racun, bom, dan alat lain yang tidak direkomendasikan, turut merusak lingkungan laut Jayapura, khususnya Pantai Dok 2.
Baca juga: Lulusan Bachelor of Commerce JCU Singapore Ini Tumbuhkan Pasar Indofood di Kawasan Asia
“Kalau melihat koral yang putih saya sedih sekali. Papua terkenal dengan alam laut yang indah. Kenapa kalian rusak?,” ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (17/4/2025).
Berbekal dari keresahan itu, pria yang akrab disapa Tio tersebut memutuskan kuliah di program studi Ilmu Kelautan.
Dengan tekad mengedukasi masyarakat untuk menjaga kehidupan di bawah laut, dia berhasil mendapatkan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan ( LPDP) pada 2023.
Beasiswa itu semakin istimewa karena Tio diterima di kampus ternama James Cook University Australia pada 2024 yang membuatnya bisa field trip ke Great Barrier Reef, tempat Nemo, tokoh animasi favoritnya berasal.
Perjalanan Tio mendapatkan beasiswa LPDP diakui tidak mudah. Sempat gagal di percobaan pertama untuk beasiswa dalam negeri, dia mendapatkan informasi bahwa dia bisa beasiswa ke luar negeri lewat program afirmasi, yakni pemberdayaan untuk masyarakat daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) atau daerah afirmasi.
Namun, kemampuan bahasa Inggris-nya yang masih kurang, dia akui menjadi penghalang. Tak mau menyerah, dia pun mengikuti sedikitnya tiga tempat kursus bahasa Inggris.
Salah satunya adalah mengikuti beasiswa kursus bahasa Inggris dari Australia selama tiga bulan di Bali. Program ini ditujukan bagi masyarakat daerah afirmasi agar bisa kuliah di luar negeri.
Adapun skor IELTS reguler untuk mendapatkan beasiswa LPDP adalah 6.5. Tio hanya memperoleh skor 6.0, tetapi sudah memenuhi syarat untuk kuliah di James Cook University.
Tantangan lainnya adalah menulis esai sepanjang 2.000 kata tentang diri sendiri. Lewat tugas ini, Tio menceritakan pengalaman hidupnya dan pengabdian apa yang akan dia lakukan setelah lulus.
“Saya ingin jadi dosen yang akan mendidik, mengayomi, melatih, atau membuat komunitas yang bisa bermanfaat untuk Papua. Punya impian jangan terlalu tinggi, tetapi kecil yang bermakna,” ujarnya.
Adapun Tio memilih beasiswa LPDP karena fully funded atau semua biaya pendidikan, termasuk penelitian, publikasi, hingga hidup sehari-hari ditanggung pemerintah.
Namun, dia menyadari beasiswa itu memiliki tanggung jawab besar sehingga dia harus pulang mengabdi bagi masyarakat Papua setelah lulus nanti.
Setelah menerima beasiswa, Tio memiliki tiga alasan berkuliah Marine Biology di James Cook University. Pertama, Australia merupakan tempat belajar terbaik untuk marine biology.
Kedua, mahasiswanya bisa praktik langsung di Great Barrier Reef. Ketiga, James Cook University Australia memiliki tempat penelitian sendiri di Pulau Orpheus.
“Pulau Orpheus digunakan untuk tempat riset mahasiswa yang ingin mendalami tentang koral, terumbu karang, hiu, dan lainnya,” ujar Tio.
Sebagai informasi, menurut Centre for World University Rankings (CWUR), James Cook University menempati ranking pertama di dunia untuk marine biology dan nomor dua di dunia untuk fasilitas riset konservasi keanekaragaman hayati.
Adapun Pulau Orpheus memiliki berbagai jenis habitat, termasuk terumbu karang tepi dan tengah, zona intertidal, hutan, serta hamparan padang rumput.
Fasilitas penelitian di pulau ini sangat lengkap, mulai dari tempat penelitian karang hidup, penginapan untuk peneliti, area komunal, hingga akses menyelam.
Pada program studi Marine Biology James Cook University Australia, Tio mempelajari tentang binatang dan tumbuhan laut berkembang dan berevolusi.
Salah satu proyek yang Tio pernah kerjakan adalah meneliti tentang pemutihan pada koral. Bersama rekannya, dia mencari penyebab pemutihan tersebut.
Baca juga: Tanda Tangani MoU, James Cook University dan UGM Kolaborasi di Bidang Pendidikan dan Penelitian
“Dosen di sini mengarahkan dan memberikan kita instruksi sebelum turun ke lapangan. Nah, ini bikin saya merasa mendapatkan kualitas kelas dunia untuk belajar di sini,” ungkapnya.
Tio meyakini, tujuannya pulang ke Indonesia untuk mengedukasi masyarakat tentang pelestarian alam laut bisa dilakukan dengan modal ilmu dari James Cook University.
Dia mengatakan, dia telah belajar berbagai isu terkait kelautan, termasuk penanganannya, seperti bom ikan hingga mikroplastik.
“Ada juga ecological modeling, kayak bagaimana kita memodelkan kejadian yang akan terjadi masa depan tentang proyeksi. Contohnya, suatu populasi akan punah akibat ini. Hal ini cukup membantu untuk pengaplikasiannya nantinya, termasuk ketika nanti balik ke Papua untuk mengabdi,” ujarnya.
Tio tinggal di rumah bersama (shared house) di Townsville, Queensland, Australia. Setiap hari dia bersepeda sekitar 10 menit menuju kampusnya.
Baca juga: Dekan Internasional JCU Singapore Tekankan Pentingnya Keberlanjutan di Lingkup Universitas
Sebagai mahasiswa trimester pertama, dia masih banyak beradaptasi atau mengejar ketertinggalan akademik, khususnya karena faktor bahasa.
Oleh karenanya, Tio biasa menghabiskan waktu di perpustakaan, bahkan hingga pukul 9 malam.
Di sisi lain, dia juga terbantu dengan lingkungan akademik yang mendukung. Salah satunya adalah peran pengajar yang menerima diskusi di luar kelas dan memberikan arahan.
Selain itu, dengan model kelas yang kecil, mahasiswa menjadi lebih fokus dalam berdiskusi.
“Dini sini banyak tugas, tetapi tugasnya lebih kepada membuat diri kita mandiri. Teman-teman juga sangat suportif,” ungkap Tio.
Dia menjelaskan, James Cook University juga memiliki fasilitas untuk mahasiswa yang kesulitan dalam hal akademik. Di situ, mahasiswa berdiskusi dengan ahli dan dilatih untuk mengelola cara belajar, termasuk dalam mengerjakan tugas.
Baca juga: Founder Polki Indonesia Terapkan Ilmu dari JCU Singapore untuk Raih Impian Jadi Wirausaha
Selama berkuliah di James Cook University Australia, Tio sempat mengikuti diving club yang berfokus pada praktik di lapangan bersama teman-temannya.
“Saya excited banget dengan pengalaman itu karena bisa langsung menyelam melihat laut yang ada di Great Barrier Reef. Ini jadi pengalaman luar biasa buat saya,” katanya.
Di luar isu akademik, Tio merasa Townsville hampir mirip dengan Papua, baik dari segi cuaca maupun kondisi alam.
Sebagai informasi, Townsville merupakan kota kecil di bagian utara Australia yang memiliki lingkungan asri. Namun, dia merasa cuaca yang terik di sini lebih panas dari Jakarta, tetapi seperti Bandung saat musim dingin.
Hal itu juga tergambar dari kampus James Cook University yang asri dengan banyak pepohonan dan berbagai fasilitas edukasi, seperti akuarium besar.
Meskipun mendapatkan beasiswa LPDP, Tio mengaku selalu berhemat, termasuk dengan memasak sendiri. Sebab, uang saku hanya dibayarkan setiap tiga bulan sekali.
Namun demikian, dia bersyukur karena dia mendapatkan bantuan ketika ingin mengakses jurnal, mempublikasikan sesuatu, hingga mengikuti seminar.
Meski memiliki gelar dari kampus ternama, Tio berkomitmen akan menjadi akademisi di Papua ketika lulus nanti. Dia juga ingin mengembangkan usaha dive center yang sudah dirintisnya.
Saat menjadi dosen nanti, dia mengaku ingin berkomunikasi dengan dosen-dosen dan membuat membuat seminar-seminar yang diharapkan dapat membuat akademi di Papua berkembang lebih pesat.
“Saya juga berharap nantinya bisa menjadi bagian dari dinas kelautan dan perikanan. Kalau bisa lebih tinggi lagi, impian puncak saya pengen jadi menteri,” kata Tio.
Kepada para mahasiswa yang ingin mendapatkan beasiswa LPDP, dia berpesan untuk tidak pernah menyerah dan terus mencoba.
Khusus untuk yang ingin berkuliah di Marine Biology James Cook University, Tio menegaskan kampus ini merupakan yang terbaik untuk kelautan tropis.
“Kalau ingin menjadi ahli kelautan, terutama yang punya passion terhadap mamalia laut, koral, mangrove, semuanya ada di sini. Dosen-dosen di sini mau membantu untuk semuanya dan gunakan kesempatan itu untuk membantu Indonesia nantinya,” harapnya.
Pelajari lebih lanjut mengenai program perkuliahan yang ada di James Cook University di www.jcu.edu.au atau menghubungi James Cook University melalui e-mail andrew.lim@jcu.edu.au.