KOMPAS.com - Merintis sebuah bisnis harus siap dihadapkan dengan keberhasilan maupun kegagalan. Hal ini pula yang telah dirasakan David Gunawan, pendiri startup agritech terkemuka di Indonesia, Eden Farm.
Perjalanan berbisnis David dimulai tatkala ia selesai mengenyam pendidikan arsitektur.
Motivasi terbesarnya dalam berbisnis adalah sosok sang ayah. Meski tidak sempat menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun, nyatanya sang ayah mampu menghidupi David dan keluarganya hingga ia bisa mengenyam pendidikan tinggi.
Kegigihan sang ayah membuat David terpanggil untuk berbisnis dan mantap mengasah kemampuan manajemen di Magister Manajemen (MM) Regular Universitas Prasetiya Mulya (Prasmul).
Baca juga: Pahami, Apa Kaitan Program Magister Manajemen dengan Dunia Bisnis!
Selama menempuh pendidikan di MM Regular Prasmul, semangatnya dalam membangun usaha semakin tak terbendung.
Terlebih lingkungan yang mendukung dengan kehadiran faculty member atau anggota fakultas serta rekan dari berbagai latar belakang mendorong David untuk merintis banyak usaha, mulai dari bisnis konveksi, buku, hingga logistik.
“Di MMR saya sadar bahwa ternyata harus berusaha keras dulu sampai bisa, barulah suatu profesi bisa menjadi passion,” ujarnya, dikutip dari ceritaprasmul.com, Senin (22/11/2021).
“Pemikiran bebal saya dulu, masa anak Strata 2 (S2) ngirim barang dari satu titik ke titik lain saja nggak bisa. Eh, ternyata benar nggak bisa karena pada praktiknya masuk ke red ocean memang sesusah itu,” guyon peraih Dean’s List MM Prasetiya Mulya tersebut.
Baca juga: 5 Beasiswa S2 Luar Negeri yang Terima IPK di Bawah 3
Untuk diketahui, red ocean adalah suatu strategi yang menggambarkan persaingan bisnis dan ruang pasar yang sudah ada serta dikenal sehingga memiliki ekosistem ketat dan kompetitif.
Saat itulah pembelajaran baru tertanam di benak David, bahwa memulai bisnis tidak cukup pintar jika hanya berpatokan pada pemikiran pribadi.
“Kalau bisa mengekspos diri dengan belajar dan mencari tahu hal baru, ketekunan akan membuat seseorang menemukan jalan,” imbuhnya.
Lebih lanjut David mengatakan, hantaman kompetitor serta perkara kurir yang tak ada habisnya sempat membuat ia menemukan titik terendah dalam berbisnis di bidang usaha logistik.
Baca juga: Usaha Logistik AirAsia Siap Bantu Distribusi Vaksin Covid-19
Dalih mencari teman bercerita, toko buku menjadi tujuan pertama ia tuju hingga sebuah bacaan hidroponik menarik perhatiannya.
Di ambang kebangkrutan bisnis logistik tersebut, David secara cepat memutar otak untuk memperoleh pendanaan baru.
Dengan mengajak kerja sama seorang partner di Prasmul, David menumpang pada sebuah lahan seluas 1.000 meter persegi (m2).
Baca juga: Kisah Bisnis IP Farm, dari Budidaya Jamur hingga Kelola Agrowisata di Lembang
Tak hanya itu, bahkan ia sampai mengagunkan rumah pribadinya untuk memperoleh modal awal guna membangun usaha yang disebutnya Eden Farm.
Sembari berbisnis, David tak lupa belajar melalui feedback atau umpan balik langsung dari konsumen, termasuk menghampiri dari satu kedai ke kedai lainnya untuk menawarkan hasil panen.
“Lewat obrolan dengan konsumen, akhirnya saya menemukan value atau nilai yang tepat bagi Eden Farm, yakni kualitas dan harga yang konsisten,” ucapnya.
Baca juga: Lewat DD Farm, Dompet Dhuafa Berdayakan Masyarakat Korban PHK
Usaha keras David pun mulai menemukan titik terang ketika kesempatan besar menghampiri berupa dukungan dari akselerator terkemuka dunia, Y Combinator.
Namun, tantangan baru muncul, saat Eden Farm yang memiliki banyak piutang tak punya dana cukup untuk membiayai perjalanan pitching atau presentasi bisnis kepada investor yang potensial ke Amerika.
David dilanda dilema saat itu, sebab ia pasti akan mengeluarkan biaya, akan tetapi pendanaan belum pasti berhasil dimenangkan.
Bermodal semangat dan dana seadanya, David bersama tim membawa nama Eden Farm menuju negeri Paman Sam.
Baca juga: Kenapa AS Dijuluki Negeri Paman Sam?
“Awalnya kami cuma punya uang untuk menginap seminggu, dan itu uang terakhir Eden Farm. Kalau nggak keterima, ya sudah kami pulang miskin,” ujar David.
Kemudian, ia bersama tim memulai presentasi selama 15 menit dan hasilnya benar, keberhasilan berada pada pihak David.
Eden Farm berhasil memperoleh suntikan dana dan inovasi pun terus dilakukan David, terlebih selama masa pandemi Covid-19.
Akhirnya kini, Eden Farm berhasil menjadi distributor bagi 20.000 usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), 2.000 supplier, dan 25 partner startup.
Baca juga: Menkop Teten Berharap Sirkuit Mandalika Bisa Bangkitkan UMKM Lokal
Dalam kesempatan itu, David mengatakan, rangkaian perjalanan bisnisnya adalah dots atau titik-titik peluang yang dimanfaatkan dengan prinsip ‘kurang pintar’.
“Contohnya saja kalau saya kekeh dengan pemikiran bahwa bekerja dengan tengkulak merugikan. Saya tidak akan tahu kalau ada tengkulak baik yang memperoleh sayur dari pengepulan desa, dan bahwa petani di desa dapat diajak bekerja sama,” ujarnya.
Dari awal, David sama sekali tidak terpikir akan kesempatan itu. Akan tetapi ketika seseorang mau belajar, ia meyakini, akhirnya akan terbentuk gambaran besar supply chain.
Sama seperti Eden Farm yang diklaim menjadi satu-satunya pemenuhan bahan makanan bagi konsumen hampir 100 persen, di saat rata-rata hanya 80 persen.
Baca juga: Entaskan Kemiskinan, Program Dompet Dhuafa Farm Diapresiasi Wabup Deli Serdang
“Kami itu punya banyak dots di sekitar kami. Akan tetapi kalau kami nggak punya kerendahan hati untuk cari tahu, belajar, dan bertumbuh, kami nggak bisa connecting the dots,” ujar David.
Meski demikian, kepopuleran Eden Farm saat ini bukanlah tujuan utama David. Ia mengaku, hal yang membuat dirinya bahagia hanya satu, yaitu membantu banyak petani.
Menurutnya, seseorang yang memiliki privilege untuk mengenyam pendidikan mempunyai tanggung jawab moral.
“Tanggung jawab untuk membantu mengangkat derajat yang kurang mampu serta anak-cucu mereka. Sehingga desa berkembang, dan penduduk pun semakin sejahtera,” ucap David.
Baca juga: Gus Halim: Keberhasilan Peternakan Telur BUMDes Lalang Jaya Bisa Dicontoh Desa Lain
Program MM Regular di Universitas Prasetiya Mulya membantu mahasiswa mengasah jiwa entrepreneurship dan kepemimpinan melalui pembelajaran lanjutan, workshop, mentoring, hingga mendekatkan dengan dunia industri yang lebih advance.
MM Regular terbuka untuk alumni S1 semua jurusan dan terdapat dua peminatan yang bisa dipilih mahasiswa, yaitu finance dan marketing.
Dengan periode belajar selama 18 bulan, mahasiswa akan bertemu faculty members, praktisi bisnis, dan teman-teman sekelas dari berbagai disiplin ilmu.
Dari kesempatan itu, mahasiswa akan dapat memperkaya wawasan dan cara pandang mengenai dunia bisnis.
Baca juga: Cyber Ethics dan Cyber Law, Kontribusinya bagi Dunia Bisnis
Tak hanya pelajaran dalam kelas, mahasiswa akan diajarkan dalam mengembangkan soft-skill. Pengembangan ini dapat dipelajari melalui kegiatan berorganisasi, maupun perlombaan yang mengasah kemampuan individu maupun kelompok.