KOMPAS.com - Program studi (prodi) Sistem Informasi Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida) menawarkan beberapa pengalaman unik dalam proses pembelajaran mahasiswa.
Pertama, integrasi kurikulum dengan program eCourse, yaitu menyediakan materi pembelajaran secara elektronik dari narasumber profesional yang merupakan praktisi di bidangnya.
Kedua, menerapkan pendekatan pembelajaran bersifat blended dengan memanfaatkan learning management system (LMS).
Pembelajaran tersebut diterapkan agar mahasiswa bisa fleksibel dalam belajar, mendapatkan integrasi kurikulum dengan program Kampus Merdeka, dan memperoleh pengalaman di luar program studi sampai dengan tiga semester.
Ketiga, menyediakan program penelitian bersama dosen untuk mahasiswa.
Baca juga: Cara Dapatkan Diskon Tiket Kereta Api untuk Dosen, Tenaga Pendidik, dan Alumni ITB
Utamanya, bagi mahasiswa yang ingin mengembangkan kemampuan riset, mengikuti program pengembangan portofolio, serta ingin terlibat dalam project potensial.
Selain skills teknis, mahasiswa juga diarahkan pada program pengembangan soft skills melalui kegiatan kemahasiswaan, project, pola pikir "service design thinking'"
Program tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa mahasiswa memiliki bekal yang relevan dan fundamental setelah menempuh studi strata satu (S1) di program studi Sistem Informasi Ukrida selama 3,5 sampai 4 tahun.
Dengan program itu, mahasiswa diharapkan bisa lebih siap menjadi agen-agen pemimpin perubahan, sesuai dengan motto Ukrida, yaitu Lead to Impact.
Untuk diketahui, program studi Sistem Informasi Ukrida mengangkat tema unik, yaitu digital product prototyping and management.
Baca juga: Supply Chain Management (SCM): Pengertian dan Tujuannya
Tema tersebut dipilih atas dasar tren kebutuhan experience economy yang bersifat agile, secara umum kelompok kompetensi yang dibangun mencakup beberapa hal.
Adapun beberapa hal tersebut, yaitu pertama, kompetensi analisa dan pemodelan bisnis. Kedua, kompetensi analisa dan visualisasi data. Ketiga, kompetensi digital marketing.
Keempat, kompetensi manajemen produk digital. Kelima, kompetensi desain dan riset produk digital (UI/UX). Keenam, kompetensi fundamental sehubungan dengan pengembangan aplikasi web maupun mobile secara cepat atau rapid.
Ukrida mengungkapkan bahwa kunci utama dari kompetensi lulusan Sistem Informasi adalah kemampuan untuk berpikir kritis, analitis, sistematik, dan kreatif dalam memecahkan masalah, tantangan organisasi maupun bisnis dengan solusi integratif berbasis teknologi informasi.
Studi menunjukkan bahwa transformasi digital membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki wawasan terkait manajemen bisnis dan teknologi.
Baca juga: Manajemen Bisnis: Pengertian, dan Fungsi
Pasalnya, esensi transformasi digital adalah sebuah transformasi bisnis.
Itu mengapa salah satu kapabilitas unik dari seorang lulusan Sistem Informasi adalah mampu melakukan diagnosis dan analisis akar permasalahan bisnis maupun organisasi sebelum menentukan solusi berbasis teknologi informasi.
Oleh karena itu, konteks utama lulusan Sistem Informasi harus berfokus pada kebutuhan dan tantangan bisnis, serta organisasi.
Studi juga menunjukkan bahwa banyak kasus kegagalan transformasi digital terjadi karena organisasi salah mempersepsikan transformasi digital hanya sebagai aktivitas adopsi atau implementasi teknologi semata.
Menurut Ukrida, prodi Sistem Informasi memiliki peran penting dalam revolusi transformasi digital.
Baca juga: Transformasi Digital Tak Sekedar Upload Foto Produk lalu Dijual di Internet
Alasannya, Sistem Informasi dapat membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk merancang, menerapkan, dan mengelola sistem informasi guna mendukung organisasi mencapai tujuan strategisnya.
Terkait transformasi digital, ada hal menarik yang dapat dicermati bahwa kondisi pandemi. Potensi resesi ekonomi nasional dan global tidak memperlambat langkah transformasi digital, tetapi justru semakin mengakselerasi prosesnya.
Studi yang dilakukan oleh International Data Corporation (IDC) yang didukung sejumlah studi lainnya menunjukkan adanya tren peningkatan investasi dalam hal adopsi transformasi digital.
Fenomena tersebut menarik karena terlihat berkontradiksi dengan fenomena yang ada saat ini, yaitu ketika startup berbasis teknologi digital awalnya digadang menjadi ujung tombak ekonomi digital dan primadona next economy justru mengalami gejolak.
Baca juga: Banyak Startup PHK Karyawan, Sandiaga Uno: Mereka Menyesuaikan dengan Keadaan Pasar Sekarang
Akibatnya, banyak dari startup yang terpaksa harus merumahkan sebagian karyawan mereka, bahkan tidak sedikit yang sampai gulung tikar.
Istilah-istilah premium, seperti unicorn, decacorn, sudah bukan sesuatu yang “wah” lagi, karena kenyataannya banyak dari startup digital sebagai penyandang status tersebut ternyata masih mengalami kerugian operasional yang cukup besar.
Pertanyaannya, mengapa bisa terjadi dua kondisi yang saling berkontradiksi? Atau benarkah kedua hal ini saling berkontradiksi?
Jika ditelisik lebih jauh, kedua hal tersebut memang tampak berkontradiksi, tetapi sebenarnya tidak. Sebab, kedua hal ini secara fundamental berbeda walau tampak serupa.
Fenomena gejolak bisnis yang khususnya sedang dihadapi oleh banyak startup digital lebih karena efek domino dari pelemahan ekonomi global yang mengarah pada resesi.
Baca juga: Efek Domino Jabatan Kades 9 Tahun, Magnet Kuat Oligarki
Kondisi tersebut menyebabkan pemberi modal lebih selektif dalam mengucurkan modal. Apalagi, model bisnis startup digital yang dalam banyak kasus cenderung ambisius dan berisiko.
Dalam kasus transformasi digital, lingkupnya jauh lebih luas, karena tidak terbatas hanya pada sektor berbasis teknologi, tetapi merambah hampir di semua sektor dan semua skala.
Alasan mengapa transformasi digital menjadi hot topic saat ini adalah perubahan perilaku konsumen yang mengarah pada experience economy.
Ukrida mengungkapkan bahwa tulisan tersebut tidak secara spesifik membahas "experience economy", tetapi secara umum experience economy berfokus pada customer experience dalam rangka membangun engagement.
Engagement sendiri dapat mencakup emosional, kontekstual, kenyamanan, dan sosial.
Baca juga: Apa Itu Low Employee Engagement?
Prodi Sistem Informasi memiliki beberapa keunikan, salah satunya ada pada kapabilitas untuk memahami dan menggunakan teknologi bagi kepentingan organisasi.
Kapabilitas tersebut dicapai dengan karakteristik kurikulum Sistem Informasi yang mengombinasikan pengetahuan terkait teknologi informasi dengan pengetahuan terkait manajemen (manajemen organisasional dan teknologi).
Hal lain yang juga penting adalah kemampuan mengombinasikan hard skills dan soft skills, yang mengarah pada mindset critical-thinking dan problem-solving thinking.
Customer experience dan engagement hanya dapat dicapai dengan terlebih dahulu memahami perilaku customer melalui berbagai pendekatan.
Pendekatan tersebut, seperti user persona, customer journey mapping yang mana menjadi salah satu kompetensi fundamental dari lulusan bidang Sistem Informasi.