KOMPAS.com – Manusia adalah individu yang kompleks, apalagi bila sudah berkelompok.
Itulah mengapa konsep psikologi, seperti Myers-Briggs Type Indicator (MBTI), extrovert-introvert, sanguinis-melankolis-plegmatis-koleris, hingga zodiak diminati oleh individu yang ingin memahami diri dan orang lain.
Ukrida dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com menyatakan, dalam diri manusia sendiri tersusun dari rangkaian organ dengan fungsi yang komplek, ssehingga memunculkan aktivitas mental yang beragam, dari berpikir, merasa, hingga bertindak.
Sementara itu, dalam komunitas manusia berinteraksi dengan manusia kompleks lain sehingga membangun realitas intersubjektif yang pasti makin kompleks. Misalnya keliru memahami maksud pasangan meski sudah bersama sekian tahun.
"Untuk itulah, psikologi berperan. Secara umum, psikologi adalah bidang keilmuan yang memelajari pikiran (mind) dan perilaku (behavior) manusia." tulis Ukrida dalam keterangan tertulisnya.
Baca juga: Masuki Usia 55 Tahun, Ukrida Terus Berinovasi lewat Pendidikan dan Karya Kemanusiaan
Secara spesifik, Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida) berangkat dari kajian Psikologi Klinis, yaitu bidang psikologi yang berfokus dalam studi tentang fungsi mental manusia, seperti berpikir, merasa, dan bertindak sepanjang rentang kehidupannya.
Lebih lanjut, Fakultas Psikologi Ukrida menempatkan pembelajaran manusia dari tingkat mikro (seperti diri sendiri dan keluarga) hingga makro (seperti komunitas, masyarakat, dan kebijakan).
Lalu, apa relevansi mempelajari manusia dalam tingkat mikro hingga makro?
Manusia adalah individu yang sistemik. Sayangnya, permasalahan manusia, terutama di Indonesia, dianggap hanya bersumber dari diri sendiri, entah kepribadian atau akhlaknya.
Paling jauh bergerak ke tingkat keluarga dan pertemanan, seperti anak broken home dan salah pergaulan. Semua itu menunjukkan permasalahan manusia diteropong dalam tingkat mikro saja.
"Kenyataannya, manusia hidup dalam kelompok yang lebih besar dari diri sendiri, seperti sistem nilai dan budaya," tulis Ukrida.
Baca juga: Bagaimana Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi?
Oleh karena itu, yang selama ini dianggap sebagai masalah individu dapat dipahami dalam tataran kelompok, masyarakat, hingga kebijakan. Sebagai contoh, permasalahan pendidikan daring selama pandemi.
Ukrida dalam siaran persnya menyatakan, kesulitan yang dialami pelajar tingkat dasar hingga tingkat tinggi selama pembelajaran daring merupakan permasalahan tersendiri. Selama ini, telaahnya lebih banyak menggunakan teropong mikro, yaitu permasalahan pelajar dan guru saja.
"Alhasil, beban untuk membuat pembelajaran tetap efektif lebih banyak diberikan kepada kedua kelompok tersebut. Pendidik dibebani pelatihan dan pengembangan diri tambahan demi menciptakan suasana pembelajaran yang kreatif," tulis Ukrida.
Sementara itu, pelajar dibebani wejangan dan seminar agar termotivasi dan mengembangkan perilaku belajar yang adaptif. Kondisi seperti ini sangat mungkin menimbulkan dampak psikologis kepada pendidik dan pelajar atau mahasiswa.
Fakultas Psikologi Ukrida mencermati permasalahan itu dari aspek mikro maupun makro, karena kenyataannya masalah pendidikan bukan hanya milik pendidik, pelajar, dan sekolah atau universitas.
Baca juga: Tips Pembelajaran Daring yang Menyenangkan bagi Guru dan Siswa
Dunia pendidikan sendiri dapat berjalan karena ada sistem dan kebijakan yang mengatur.
Lalu, sejauh mana teknologi dapat mendukung proses pembelajaran daring yang efektif?
Apakah sistem manajemen sekolah atau perguruan tinggi memfasilitasi perubahan tersebut? Apakah kebijakan tertuang ke dalam sistem yang dapat digunakan oleh pendidik dan pelajar?
Pendekatan makro akan mentransfer konsep perubahan perilaku individu, sebagai guru maupun pelajar, ke dalam bentuk sistem. Hal ini selaras dengan pembelajaran tentang manusia holistik dalam terapan mikro hingga makro melalui ragam pilihan mata kuliah Psikologi Ukrida.
Pembelajaran manusia dalam tingkat mikro dilengkapi dengan pengetahuan tentang perkembangan manusia sejak lahir hingga lanjut usia, model perilaku pembelajar, permasalahan kesehatan mental, perubahan perilaku kesehatan, karier individu, keluarga di era digital, hingga keterampilan konseling.
Sementara itu, pada tingkat makro, manusia akan ditelaah melalui kajian pengelolaan manusia dalam organisasi, psikologi nusantara, survei dan visualisasi data, analisis media, pengurangan risiko bencana, psikologi digital, asesmen berbasis komunitas, dan sebagainya.
Dengan tawaran proses pembelajaran seperti ini, permasalahan orang Indonesia di seputar pendidikan akan dapat ditelaah secara kritis dan keruwetannya dapat diurai.