KOMPAS.com – Dosen Universitas Kristen Krida Wacana (Ukraida) Permaida mengatakan, sebagian besar institusi pendidikan di Indonesia masih menggunakan metode pembelajaran yang mengutamakan gagasan profesi dan kompetensi sendiri atau disebut uniprofessional education (UPE).
Metode pembelajaran tersebut membentuk stereotip terkait identitas terhadap lulusannya, termasuk kekuatan dominan profesi, keistimewaan aturan dan tanggung jawab atau kewenangan, komunikasi tanpa ada umpan balik terkait sebab akibat, dan berjalan sendiri tanpa memperhatikan pentingnya sistem perawatan kesehatan pasien.
“Akibatnya, lulusan merasa canggung dan perlu belajar kembali karena harus menjunjung tinggi soft skill kerja sama dan berkomunikasi efektif kepada tim profesional kesehatan lainnya di pelayanan kesehatan,” katanya dalam siaran pers, Selasa (3/1/2023).
Oleh sebab itu, Permaida mengatakan, institusi pendidikan perlu berinovasi untuk menjawab inti masalah yang sedang dihadapi.
Terlebih, tren pelayanan kesehatan saat ini berfokus pada pasien atau disebut patient centered care (PCC).
Baca juga: Prodi Akuntansi Ukrida Raih Akreditasi Unggul dari LAMEMBA
PCC merupakan metode pendekatan yang mengharapkan hubungan timbal balik antara penyedia pelayanan dan pasien.
Permaida menyebutkan, metode tersebut diharapkan akan mengurangi konflik yang selama ini timbul sebagai capaian mutu pelayanan di rumah sakit.
“PCC harus melibatkan semua aspek tenaga profesional. Tren ini masih menjadi tantangan bagi setiap negara karena masih menghadapi masalah Covid-19 dan disertai dengan masalah kesehatan lainnya yang tidak boleh diabaikan,” katanya.
Menurutnya, hal itu juga menimbulkan peningkatan prevalensi kematian di seluruh dunia.
Data dari Statistics Canada Canada Catalogue (2022) menyebutkan, negara maju, seperti Kanada, mengalami peningkatan angka kematian 13,8 persen pada 2022.
Baca juga: Design Thinking: Proses Belajar Efektif bagi Generasi Z
Sementara itu, menurut Surendra et al. (2022), prevalensi kematian di Indonesia pada 2019 mencapai 16,4 persen atau meningkat menjadi 25,9 persen pada 2021.
“ Ukrida menjawab tantangan tersebut dengan membuka program studi (prodi) baru, yakni Pendidikan Profesi Ners,” ujar Permaida.
Prodi tersebut ditetapkan sesuai tiga visi prodi Pendidikan Profesi Ners Ukrida yang salah satunya adalah “Menjadi program studi keperawatan yang menghasilkan ners yang unggul dalam interprofessional collaboration (IPC)”.
Permaida menjelaskan, keunggulan IPC diharapkan dapat membentuk karakter lulusan profesi ners siap dan mampu menghadapi situasi dengan para profesional kesehatan lainnya.
Situasi yang dimaksud adalah bekerja sama tim secara terbuka dalam berkomunikasi, responsif, menerima saran, serta bertanggung jawab dalam mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapi, yakni menurunkan risiko kesalahan medik dan ketidakpastian terkait pemulihan pasien.
Baca juga: Kajian Psikologi Ukrida Menyikapi Kebijakan Pembelajaran Daring
“IPC yang dikembangkan prodi Pendidikan Profesi Ners Ukrida berfokus kepada kemampuan kolaborasi interprofesional mahasiswa di setting rumah sakit,” katanya.
Komitmen tim pembentukan Pendidikan Profesi Ners Ukrida terhadap keunggulan IPC, antara lain memberikan satuan kredit semester (SKS) sebesar 7 SKS dengan menjalani 6 SKS di pendidikan sarjana keperawatan dan 1 SKS profesi Ners.
Kemudian, prodi Pendidikan Profesi Ners juga melakukan benchmarking ke prodi yang telah berhasil mengembangkan interprofessional education (IPE).
Ukrida juga melakukan uji coba pengembangan sistem evaluasi atau penilaian IPC dengan menggandeng Unit Pendidikan Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (UPKIK) FKIK Ukrida.
Kerja sama kedua fakultas dilakukan dalam bentuk proyek pengabdian masyarakat bagi mahasiswa kedokteran dan keperawatan pada semester genap 2022/2023.