KOMPAS.com – Beberapa tahun ke belakang, istilah generasi baby boomers, generasi X, generasi Y, generasi milenial, hingga generasi Z sering terdengar dalam percakapan sehari-hari.
Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida) Dr. Oki Sunardi mengatakan, istilah-istilah tersebut digunakan sebagian besar ahli untuk mengelompokkan masyarakat berdasarkan rentang tahun kelahiran.
Dikutip dari USA TODAY Kamis (5/4/2012), generasi Z merupakan kelompok orang yang lahir antara 1995-2014.
Jika dihitung, anak yang lahir pada 2000 saat ini sudah berusia kurang lebih 22 tahun atau usia kuliah. Kelompok usia ini tidak lama lagi harus beradaptasi dengan dunia kerja dan bisnis.
“Di Amerika Serikat (AS), sebagai contoh, meskipun generasi Z didominasi anak-anak muda di bawah 20 tahun, perannya bagi perekonomian negara tersebut cukup mengejutkan,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (25/5/2022).
Baca juga: Benarkah Milenial dan Gen Z Lebih Lemah dari Generasi yang Lebih Tua?
Ditulis Forbes, Rabu (26/4/2017), total ada 44 miliar dollar AS yang dibelanjakan generasi Z di Negeri Paman Sam. Sebagian besar transaksi ini didorong dari hasil interaksi mereka dengan Twitter, Facebook, dan aplikasi media sosial (medsos) lainnya.
Oki menilai, generasi Z memiliki tiga ciri khas menarik. Pertama, mereka memiliki intuisi digital atau mampu “mencium” sesuatu yang menarik dan baru.
“Mereka juga cepat mengambil keputusan. Skill ini merupakan “hadiah” atas aliran informasi yang terus menerus mereka dapatkan melalui interaksi mereka dengan dunia digital,” ujarnya.
Kedua, kata Oki, generasi Z suka menjadi trend setter. Mereka secara sadar maupun tidak sadar merupakan generasi yang berperan sebagai “pencipta tren” karena mudah bosan dan sering kali bereksperimen terhadap hal-hal baru.
Ketiga, generasi Z memiliki perbedaan mindset. Sering kali apa yang dipikirkan generasi sebelumnya berbeda 180 derajat dengan apa yang ada di benak mereka.
Oleh karenanya, generasi Z yang sebagian berada pada usia kuliah memerlukan perhatian besar agar bisa beradaptasi dengan dunia kerja dan bisnis.
Baca juga: Gen Z dan Metaverse Jadi Fokus Strategi Pariwisata Menuju Ekonomi Baru
Dalam hal ini, kata Oki, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer (FTIK) Ukrida melihat kehadiran generasi Z sebagai bagian dari kesempatan untuk melakukan revolusi proses pembelajaran.
“Kesempatan ini bagaikan gayung bersambut. Kembalinya para dosen muda dari tugas studi lanjut S3, baik dari perguruan tinggi negeri terkemuka di dalam maupun luar negeri bisa membantu melakukan revolusi pembelajaran,” katanya.
Dengan komposisi dosen muda berkualifikasi S3 dari Indonesia, Jerman, Taiwan, Korea, dan Jepang, proses belajar FTIK Ukrida berevolusi dari theoretical thinking menjadi design thinking.
Kurikulum di kelima program studi (prodi) FTIK Ukrida , yakni Teknik Elektro, Teknik Industri, Teknik Sipil, Informatika, dan Sistem Informasi disederhanakan.
Namun, kurikulum tersebut diperkaya dengan empat unsur utama, yaitu Designing, Inspiring, Prototyping, Commercializing (DIPC).
“Sejak tahun pertama, mahasiswa dibawa untuk meninggalkan mental “teknisi” dan diarahkan untuk berperan sebagai desainer atau perancang,” ungkapnya.
Baca juga: Konsumen Bergeser, Generasi Z dan Milenial Dominasi Pencarian Properti
Pada tahun kedua, lanjut Oki, mahasiswa dituntut untuk berani mengembangkan ide-ide terbarukan tanpa takut dibatasi dengan aturan, biaya, maupun “cemoohan”.
Pada tahap itu, mahasiswa terbukti mampu menelurkan ide-ide kreatif yang unik dan bernilai bisnis.
Selanjutnya, tahun ketiga, mahasiswa dituntut mengembangkan ide-ide unik menjadi produk nyata melalui dukungan laboratorium terkini yang dimiliki fakultas.
“Dengan dukungan software terkini dan mesin-mesin 3D printing berbagai kapasitas, mahasiswa mampu menciptakan rancangan dan prototipe yang unik,” jelasnya.
Oki juga menyebutkan, dalam lima tahun terakhir, para mahasiswa mampu mendapat penghargaan bergengsi pada lomba-lomba berskala nasional maupun internasional.
Adapun pada tahun keempat, mahasiswa dilatih untuk tidak hanya berperan sebagai perancang, namun juga sebagai seorang entrepreneur.
Proses tersebut bertujuan untuk mempersiapkan para mahasiswa dalam mengambil peran sebagai pencipta lapangan usaha.
Baca juga: Perilaku Phubbing pada Mahasiswa Generasi Z: Dampak dan Penanganan
“Dengan kata lain, pendekatan terhadap generasi ini perlu dilakukan khusus dan berbeda. Pola pikir yang segar dan berbeda perlu mendapat perlakuan yang segar dan juga berbeda,” katanya.