KOMPAS.com – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) melalui Pusat Penguatan Karakter ( Puspeka) mengadakan web seminar (webinar) dengan tema “Semua Bisa Jadi Pahlawan”, Sabtu (14/11/2020).
Kegiatan tersebut diadakan dalam rangka peringatan Hari Pahlawan yang dilakukan setiap 10 November. Selain itu, kegiatan tersebut sekaligus digelar untuk memberikan apresiasi kepada generasi millenial yang memiliki kontribusi terhadap lingkungan sosial.
Menurut Kepala Puspeka Hendarman, pahlawan tidak hanya ada di masa lalu, tetapi juga ada di masa kini.
“Tidak semua pahlawan yang ada berasal dari generasi tua. Pahlawan juga bisa berasal dari generasi muda seperti sekarang. Bisa itu, millenial atau bahkan generasi Z,” ujar Hendarman.
Hendarman menambahkan, semua pemuda bisa menjadi pahlawan selama mau berjuang membuktikan diri dengan menjadi pribadi yang berguna bagi lingkungan, serta melakukan berbagai inovasi.
Baca juga: Tapak Tilas Sumpah Pemuda, Puspeka: Merawat Semangat Persatuan di Tengah Perbedaan
Pada webinar ini Puspeka menghadirkan para anak muda yang memiliki inovasi untuk bidang kemanusiaan, yakni Pendiri Lipstik Untuk Difabel Laninka Siamiyono, Pendiri Yayasan Pemimpin Anak Bangsa Andri Rizki Putra.
Laninka Siamiyono, pada salah satu sesi webinar menjelaskan alasannya membangun komunitas Lipstik Untuk Difabel. Saat membentuk komunitas ini ia ingin semua perempuan, terutama penyandang disabilitas, tetap memiliki kepercayaan diri dan merasa memiliki nilai di masyarakat dengan menggunakan makeup.
“Saya ingin semua perempuan tidak merasa minder dengan dirinya, apalagi merasa tidak masuk kualifikasi dari standar kecantikan sosial yang ada,” kata Laninka.
Menurut Laninka, semua perempuan berhak untuk merasa cantik. Menggunakan makeup adalah salah satu caranya.
Melalui gerakan Lipstik Untuk Difabel, Laninka berhasil mengumpulkan 2.000 lipstik dan hasil tersebut ia bagikan kepada perempuan difabel yang berada di Jakarta dan Yogyakarta.
Selain itu, Lipstik Untuk Disabilitas juga membuat prorgram kelas makeup untuk perempuan difabel yang dibagi menjadi empat kelas. Dua kelas disediakan untuk teman disabilitas daksa dan masing-masing satu kelas untuk teman disabilitas netra dan tuli.
Sementara itu, Andri Rizki Putra, pendiri Yayasan Pemimpin Anak Bangsa, mengatakan bahwa untuk bisa sukses, seseorang harus mampu membuat terobosan baru dan siap menghadapi tekanan sosial di sekitar.
Sebagai informasi, Yayasan Pemimpin Anak Bangsa merupakan organisasi nonprofit yang menyediakan kesempatan bagi pelajar yang kurang mampu dan putus sekolah untuk mengenyam pendidikan.
Yayasan tersebut memberikan pendidikan nonformal dengan mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan menyelenggarakan program paket A (setara SD), paket B (Setara SMP), serta paket C (setara SMA).
Baca juga: Sajikan Hiburan di Tengah Sekolah Daring, Puspeka Gelar Nobar Virtual
Idenya membentuk yayasan ini pada 2012 berasal dari pengalaman pribadinya. Ketika lulus sekolah menengah pertama (SMP), Andri tidak melanjutkan ke jenjang sekolah menengah atas (SMA), melainkan memilih mengikuti program Paket C.
Hal tersebut dikarenakan pola hidup di lingkungan sosialnya bertentangan dengan idealisme miliknya. Namun begitu, ia berhasil diterima di universitas negeri setelah lulus program paket C.
“Saya bisa masuk di Universitas Indonesia dan lulus dengan predikat cumlaude, serta menerima beasiswa di Boston University, Amerika Serikat,” ujar pria yang akrab disapa Kiki tersebut.
Dalam webinar ini, Hendarman juga mengingatkan kepada semua peserta untuk tidak mengesampingkan peran orangtua. Sebab, kesuksesan generasi muda masa kini tentunya tak lepas dari peran generasi sebelumnya. Terutama peran ibu.
“Peran ibu sangat penting untuk kehidupan kita semua. Kita tidak akan berhasil tanpa adanya peran ibu yang luar biasa,” kata Hendarman.
Oleh sebab itu, pada webinar tersebut Puspeka juga menghadirkan sosok ibu inspiratif sebagai narasumber. Ia adalah Debora Mambrasar, ibu dari Gracia Billy Mambrasar, salah seorang staff khusus millenial Presiden Joko Widodo.
Debora dinilai menginspirasi karena pantang menyerah membesarkan anak-anaknya hingga menjadi orang yang bermanfaat bagi lingkungan, walaupun ia berada dalam kondisi yang serba terbatas.
Baca juga: Ini Nama-nama Pemenang Lomba Blog dan Vlog Puspeka Kemendikbud
Deborah menceritakan saat ia dan keluarganya harus pindah dari Surabaya ke Papua. Saat itu, ia harus tinggal di sekitar lereng gunung tanpa adanya penerangan sehingga hanya menggunakan kaleng dan lilin sebagai sumber cahaya. Namun demikian, ia tidak mau menyerah demi anak-anaknya.
“Saya sempat berpikir untuk kembali ke Surabaya, tetapi bagaimana nanti nasib anak-anak. Sebagai orang Surabaya, saya harus memegang slogan bonek, yakni untuk tidak menyerah dan terus bekerja keras,” jelas Debora.
Prinsip serupa pun juga ia tanamkan kepada anak-anaknya.
“Walaupun kondisi terbatas, anak-anak harus bisa bekerja keras. Selain itu saya juga selalu mengingatkan untuk memiliki rasa toleransi yang tinggi dan cinta tanah air,” ucapnya.
Hendarman pun memberikan apresiasi kepada Debora atas jasanya yang mampu membesarkan anak-anaknya tersebut. Pada akhir webinar ia menyimpulkan bahwa siapa saja dapat menjadi pahlawan, asalkan memiliki sikap yang patut digugu dan ditiru.