JAKARTA, KOMPAS.com – Gerakan tari dan nyanyian terangkai dengan apik dalam pertunjukan Tari Saman yang dipentaskan oleh murid Sekolah Cikal Amri Setu di Ciputra Artpreneur Jakarta, Minggu (3/3/2024).
Tarian itu sukses menutup Playground of Samudera Pasai (POSAI) berjudul “Djada Wa Djadi” dan berdurasi dua jam ini dengan epik dan tak terlupakan.
Penonton pun tak henti bersorak dan bertepuk tangan. Sejumlah orangtua murid yang hadir juga tampak meneteskan air mata sebagai ekspresi rasa bangga terhadap pementasan itu.
Sebanyak 259 murid Sekolah Cikal jenjang sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), serta sekolah menengah atas (SMA) telah membuktikan dedikasi, komitmen, dan kerja keras mereka sebagai penampil dan kru produksi di POSAI.
Sebagai informasi, pertunjukan teater musikal POSAI merupakan bagian dari Playground of Cikal yang rutin digelar setiap tahun sejak 2009.
Adapun POSAI menjadi selebrasi pembelajaran murid Sekolah Cikal di tiga kota, yakni Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Di Jakarta sendiri, pertunjukan tersebut dihadirkan oleh Sekolah Cikal Lebak Bulus, Sekolah Cikal Serpong, dan Sekolah Cikal Amri Setu.
Secara garis besar, penyelenggaraan Playground of Cikal terdiri atas tiga pilar, yaitu seni dan budaya (arts and culture), donasi (charity), serta pertunjukkan dan pameran karya hasil belajar anak (learning showcase).
Setiap tahun, acara tersebut selalu mengambil nama daerah di Indonesia sebagai tajuk besarnya. Keputusan ini menyesuaikan dengan program-program pemerintah.
Baca juga: Lewat Playground of Mataram, Sekolah Cikal Ajak Anak Didik Cintai Budaya Bangsa
Pada 2024, Playground of Cikal mengangkat kisah pahlawan asal Aceh, yakni Keumalahayati. Ia merupakan sosok jenderal perempuan legendaris dalam sejarah bangsa Indonesia yang berjuang menghadapi konflik dan penjajahan di Selat Malaka.
Head of School Cikal, Tari Sandjojo, mengatakan bahwa kisah Keumalahayati dapat menjadi pembelajaran bagi anak-anak untuk memahami perjuangan dan patriotisme yang berdampak positif bagi sesama.
“Perjuangan (Keumalahayati) ini bukan sekadar menang, melainkan apa yang kita dapat dari kemenangan itu. Kita (jadi) punya kebebasan (untuk) mengemukakan pendapat, kita punya identitas, dan kita punya kebanggaan sebagai bagian dari bangsa Indonesia," ujar Tari.
"Intinya adalah bagaimana anak-anak dapat memahami makna membela sesuatu yang lebih besar. Tidak hanya untuk diri sendiri, tapi juga buat kepentingan yang lebih luas dan rakyat yang lebih banyak,” jelas Tari kepada Kompas.com.
Executive Principal Sekolah Cikal Amri Setu, Izza Dinillah, menambahkan, pemilihan judul pementasan POSAI, yakni “Djada Wa Djadi”, juga berangkat dari peribahasa Aceh “meunan ta pinta meunan jadi”. Peribahasa ini berarti “begitu niat langsung jadi”.
“Niat yang kuat (dan) diikuti usaha yang sungguh-sungguh akan berbuah manis. Pertunjukan ini menjadi manifestasi djada wa djadi murid-murid Cikal yang telah berniat dan berusaha sungguh-sungguh (dalam pentas tersebut),” kata Izza.
Kisah tersebut juga memberikan kesempatan bagi murid untuk mengeksplorasi kebudayaan Aceh, baik dari segi nilai budaya maupun masyarakat.
Langkah tersebut perlu dilakukan para murid karena budaya merupakan titik awal masuknya perkembangan ekonomi, sosial, serta akulturasi budaya Indonesia dengan budaya lain, seperti budaya Tionghoa, Arab, dan India.
“Di Cikal, kami percaya bahwa pembelajaran tidak harus berada di dalam kelas. Dengan pertunjukan ini, pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan akan terbangun," kata Izza
"Pertunjukan ini juga membantu mereka memahami konsep dalam berbagai pelajaran, seperti literatur, sosial, dan seni,” sambung dia.
Pemilihan budaya Aceh dalam Playground of Cikal turut mendapat apresiasi dari aktris Nova Eliza. Perempuan berdarah Aceh ini merupakan orangtua dari Naima, murid SMP Cikal Amri Setu, yang menjadi salah satu penari dalam pertunjukan tersebut.
“Merinding! Sebagai keturunan Aceh, aku merasa bangga dan gak nyangka (pertunjukan) sespektakuler itu. Padahal, yang pentas anak-anak sekolah,” ucap Nova Eliza.
Menurut dia, pertunjukan itu menjadi bukti bahwa sekolah memegang peranan penting dalam menumbuhkan rasa nasionalisme kepada peserta didik.
“Sebagai sekolah Nasional Plus, Cikal berhasil menumbuhkan akar keindonesiaan pada anak. Akademik memang penting. Namun, seni, agama, dan pendidikan nasionalisme juga tak kalah penting,” tegas Nova Eliza.
Hal senada juga disampaikan Lusia Sindhuretna yang merupakan orangtua Anin. Siswa kelas XI di SMA Cikal Amri Setu itu memerankan tokoh Keumalahayati dewasa.
“Saya merasa senang karena pertunjukan ini melatih Anin untuk lebih bertanggung jawab dan mandiri. Pertunjukan ini juga melatih kebersamaan dan tepo seliro (tenggang rasa) anak-anak,” kata Lusia.
Baca juga: 3 Refleksi Penerapan Pameran Karya sebagai Asesmen Belajar Murid di Sekolah Cikal
Lusia mengatakan bahwa kenyamanan menjadi faktor terpenting dalam memilih sekolah bagi Anin. Menurutnya, jika merasa nyaman, anak pun dapat menyerap ilmu dengan lebih baik.
“Pertunjukan itu menjadi salah satu hal yang bikin anak-anak merasa happy dan nyaman. Belajar gak melulu harus di kelas. Pertunjukan ini membentuk nilai-nilai positif bagi murid,” ucap dia.
Playground of Cikal merupakan salah satu bukti realisasi kompetensi 5 Bintang Cikal, yaitu menjadi warga dunia yang berdaya untuk mewujudkan masyarakat berkeadilan, berkelanjutan, dan damai (empowering members of just, sustainable and peaceful global society).
Lewat POSAI, Sekolah Cikal berkomitmen untuk memperbaiki infrastruktur pendidikan pada sekolah-sekolah yang membutuhkan di Provinsi Aceh.
Komitmen itu diwujudkan lewat kegiatan pengumpulan donasi dan rangkaian kegiatan lelang karya-karya murid Cikal (Auction), berbagai kegiatan Road to Playground, serta pembelian pernak-pernik Playground of Samudera Pasai 2024 yang juga dibuat dari karya-karya anak.
Sekolah Cikal akan menyalurkan dana pengembangan infrastruktur sekolah melalui kitabisa.com sebagai partner penyaluran donasi pilihan Cikal.