KOMPAS.com - Masa transisi dari bangku sekolah ke perkuliahan wajar dialami oleh mahasiswa baru (maba) pada awal-awal mereka berada di kampus.
Tidak sedikit mahasiswa yang mengaku kesulitan menyesuaikan diri dengan dunia perkuliahan karena ada perbedaan yang cukup signifikan antara peran "siswa" dan "mahasiswa".
Oleh karenanya, maba wajib tahu sejumlah perbedaan antara siswa dan mahasiswa agar masa transisi bisa dilalui dengan mudah. Simak ulasannya berikut.
Baca juga: Komitmen Politeknik Multimedia Nusantara Bangun Negeri melalui Pendidikan Tinggi Terapan
Kedudukan mahasiswa yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa ditunjukkan oleh kata “maha” yang berarti lebih atau paling.
Dengan begitu, perilaku serta sikap yang dimiliki oleh seorang mahasiswa haruslah lebih dewasa dibandingkan dengan siswa.
Dunia perkuliahan tentunya berbeda dengan bangku sekolah. Saat bersekolah, guru memberikan dorongan dan semangat agar siswa giat belajar.
Sebaliknya, di dunia perkuliahan, mahasiswa dituntut untuk lebih mandiri dan bertanggung jawab dengan apa yang dikerjakan. Untuk bisa mencapai fase ini, maba tentunya perlu melakukan menyesuaikan diri.
Mahasiswa memiliki tanggung jawab yang besar, tidak hanya di dunia perkuliahan saja, tetapi juga untuk diri sendiri. Contohnya, berbagai kegiatan atau aktivitas ekstra kampus yang "melatih" mahasiswa untuk berperan aktif dan keluar dari zona nyaman.
Terlebih bagi mahasiswa perantau yang jauh dari rumah. Mereka dituntut untuk bisa bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan survive tanpa bantuan orangtua.
Pembelajaran dalam perkuliahan memerlukan keterampilan berpikir kreatif. Sebab, mahasiswa akan diajak untuk memecahkan studi kasus yang akan mengasah kemampuan memecahkan masalah.
Contohnya, melalui kegiatan orientasi mahasiswa yang dilakukan oleh Multimedia Nusantara Polytechnic (MNP) bertajuk Anagata 2024.
Lewat agenda tersebut, mahasiswa diajak untuk memecahkan berbagai masalah semasa kuliah, agar mereka bisa lebih siap menjalani masa studinya.
Critical thinking atau berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat diperlukan saat duduk dibangku perkuliahan.
Mahasiswa diharuskan untuk berpikir secara lebih kritis agar tidak asal bicara serta bertindak. Terlebih, jika terdapat suatu masalah yang melibatkan kepentingan banyak orang.
MNP pun punya cara sendiri untuk mempersiapkan mahasiswa berpikir kritis, yakni lewat kegiatan kuliah perdana Inaugurasi 2024.
Kegiatan tersebut diisi dengan materi kuliah tentang bagaimana menjadi mahasiswa yang memiliki jiwa pemimpin, termasuk salah satunya mengenai cara berpikir kritis.
Seperti yang sering kita lihat, banyak mahasiswa berani menyuarakan pendapat bahkan terhadap isu-isu kenegaraan, lingkungan, dan sebagainya.
Apakah itu diperbolehkan? Tentu saja boleh, tapi harus dengan opini yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.
Perlu diingat bahwa mahasiswa tetap bisa belajar menyuarakan opininya dengan tata bahasa dan perilaku yang baik, sehingga segala aspirasi yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan.
Hal penting lain yang harus diketahui adalah sikap mahasiswa harus tahu bagaimana menempatkan diri lewat manajemen emosi, sikap, dan perilaku yang baik.
Salah satu cara yang bisa diterapkan untuk mencapai hal tersebut adalah belajar peka terhadap lingkungan sekitar.
Baca juga: Kemendikbud Resmikan Politeknik Multimedia Nusantara, Ini Prodi yang Ditawarkan
Untuk mencapai tujuh hal di atas, mahasiswa perlu mempelajari beragam kemampuan yang tentunya sangat berbeda dengan siswa bangku sekolah.
Sebagai perguruan tinggi vokasi yang mengedepankan praktik dan profesionalitas, MNP berkomitmen memberikan berbagai dukungan untuk mempersiapkan mahasiswanya menjadi sosok profesional, bahkan sejak masa awal kuliah.