KOMPAS.com – Kepala Sekolah Sekolah Menengah Atas (SMA) Prisma Pioneer Manado, Mandanne Stevannie Wuryanto bercerita mengenai pengalamannya menggunakan berbagai fitur belajar Ruangkelas dari Ruangguru.
Pengalaman Mandanne dimulai pada Desember 2021 ketika hendak melewatkan satu semester penuh sebagai guru kelas dan kepala sekolah setelah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 dibatalkan.
“(Saat itu) liburan sudah diizinkan dan saya menemukan waktu luang untuk me-time sejenak sambil decluttering barang-barang tak layak tinggal di rumah saya,” cerita Mandanne, dikutip dari keterangan persnya, Jumat (17/2/2022).
Mandanne mengatakan, selain membaca buku, dia memiliki hobi mengoleksi buku catatan, bahan-bahan kuliah, serta berbagai modul lama berusia belasan tahun.
Baca juga: Ruangguru Gelar Pelatnas UTBK, Bimbing Siswa Hadapi SBMPTN 2022
Selain itu, dia juga sangat tertarik mengoleksi berbagai tugas siswa yang telah diperiksa, kertas-kertas ujian yang tidak sempat dikembalikan, rekap nilai harian, serta nilai ujian yang berumur lebih dari sepuluh tahun.
“Setiap akhir tahun sebenarnya ada yang dibuang, tetapi ada juga yang masuk kategori ‘masih menjadi sumber kebahagiaan dan inspirasi’. Semuanya menumpuk secara tak cantik dalam lemari atau kardus,” papar Madanne.
Koleksi-koleksi itu, kata dia, menunggu hingga dimakan kutu buku dan berakhir cacat serta harus dibuang ke tempat sampah.
Namun, ketika menyortir buku lama, Mandanne tidak sengaja menemukan buku tulis biru yang kondisinya sudah sangat buruk rupa.
Baca juga: Ruangguru Luncurkan Ruang Literasi Digital, Bantu Masyarakat Berinternet Aman
Dia pun bertanya-tanya apa yang membuatnya lupa decluttering atau merapikan buku tersebut pada tahun lalu. Ketika dibuka, Mandanne terkejut karena isinya merupakan sebagian kegalauannya pada akhir 2021.
Adapun kegalauan yang dimaksud Mandanne berawal pada Juli 2021, ketika dirinya memutuskan menggunakan learning management system (LMS) dalam kegiatan blended learning di sekolah.
“Sebelumnya memang kami sudah menggunakan beragam media untuk mencoba membantu siswa belajar dengan lebih optimal selama pandemi. Saya dan beberapa guru di Indonesia mungkin mengira bahwa belajar di rumah itu hanya beberapa minggu saja,” ujarnya.
Mandanne merasa kaget ketika pembelajaran di rumah dilanjutkan hingga beberapa bulan dan akhirnya memasuki tahun kedua seperti saat ini.
Baca juga: Ruangguru Luncurkan Fitur Adapto untuk Siswa SMP dan SMA
“Dari yang awalnya masih santai buat kelas lewat WhatsApp, setelahnya pakai Zoom agar seru dan buat tugas melalui Google Classroom. Sampai akhirnya tiba pada tingkatan administrator, saya jadi berpikir keras, kelas-kelas lain jalannya bagaimana?” kata dia.
Menurut Madanne, kepala sekolah memiliki tantangan tersendiri ketika mengontrol kualitas belajar selama pandemi.
Beberapa masalah yang timbul adalah rekapan mengajar yang mulai menumpuk serta dokumen-dokumen yang menghilang karena banyaknya grup WhatsApp.
“Begitu pula dengan tugas-tugas siswa yang akhirnya memenuhi memori smartphone. Menggunakan Google Classroom membantu, tetapi belum menjawab pertanyaan terakhir saya,” kata dia.
Baca juga: Jadi Investor Ruangguru, Grup Lippo Gelontorkan Rp 21 Miliar
Pertanyaan itu, sebut dia, yakni bagaimana caranya melakukan supervisi kelas secara digital. Sebab, dia butuh LMS yang mengizinkannya masuk ke semua kelas yang dibuat oleh guru.
Tujuannya adalah agar dia bisa melihat kegiatan belajar siswa, materi-materi apa saja yang diunggah guru, serta berbagai tugas dan ujian yang dibuat guru.
“Agar saya juga bisa melihat berapa persen siswa yang merespons tepat waktu serta hasil belajar berupa rata-rata nilai yang dihasilkan,” kata Mandanne.
Setelah dikuatkan dengan visi digitalisasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Mandanne memutuskan untuk menggunakan LMS berbayar.
Meski demikian, keputusan yang dibuatnya itu tidak mudah disampaikan kepada guru-guru lainnya. Dia bahkan mengaku kesulitan meyakinkan yayasan untuk mendukung keputusannya.
Baca juga: 200 Ribu Guru Peroleh Pelatihan Gratis dari Ruangguru
“Kami rapat bersama sampai enam kali dan saya revisi proposal sebanyak lima kali. Saya membuat perbandingan dari berbagai provider hingga akhirnya diputuskan untuk memilih Ruangkelas, LMS dari Ruangguru,” tuturnya.
Setelah melewati sejumlah pembahasan dan pro-kontra, pihak SMA Prisma Pioneer pun sepakat bekerja sama dengan Ruangguru.
Meskipun baru dimulai pada pertengahan Agustus, Mandanne merasa senang karena tim dari Ruangguru sangat suportif terhadap para guru.
“Bahkan disediakan grup WhatsApp untuk kasus-kasus troubleshooting yang terjadi seputar Ruangkelas yang aktif 24 jam,” tuturnya.
Baca juga: RuangGuru: Butuh 128 Tahun Kejar Ketertinggalan Pendidikan Indonesia
Mandanne melanjutkan, pihak sekolah melakukan beberapa kali latihan intens agar para guru bisa percaya diri ketika mengoperasikan Ruangkelas.
“Sebenarnya tidak sulit, saya bisa menggambarkannya sederhana seperti ketika kita menggunakan Facebook, alias bisa karena biasa,” tutur dia.
Menurutnya, Ruangkelas memiliki tampilan yang ramah terhadap pengguna. Hanya butuh niat untuk mencoba LMS ini.
“ Guru-guru SMA Prisma Pioneer pun beragam usianya, mulai dari usia 20-an hingga hampir 60 tahun. Namun, bisa tidak bisa menggunakannya bukan faktor umur, tetapi motivasi diri,” kata dia.
Baca juga: Ruangguru Bantu Ketimpangan Pendidikan lewat RuangPeduli
Untuk memotivasi para guru, Mandanne pun membuat evaluasi mingguan serta menetapkan target ukur.
Misalnya, kata dia, penggunaan menu absensi pada minggu pertama, yakni memotivasi guru-guru untuk mencapai target, kemudian mengevaluasi item tersebut, dan melaporkan hasil evaluasi dalam pembagian kategori yang terinspirasi dari istilah pandemi.
Dia melanjutkan, feedback evaluasi hasil kerja guru untuk penggunaan LMS berbentuk kartu dalam tiga kategori, yakni Zona Hijau, Zona Kuning, dan Zona Merah.
“Zona Hijau untuk yang performanya 80 persen, Zona Kuning untuk yang performanya antara 60 hingga 70 persen, dan Zona Merah untuk mereka dengan performa di bawah 60 persen,” paparnya.
Mandanne pun berusaha keras meningkatkan literasi digital pada setiap guru. Dia bahkan sampai membuat peer-tutor untuk mereka.
Baca juga: RuangGuru: Masuk PTN Makin Sulit, Perlu Ketekunan dan Kerja Keras
Namun, hingga akhir semester, masih ada sejumlah guru yang menempati Zona Merah dan Zona Kuning.
“Bahagianya adalah Zona Hijau sudah menjadi mayoritas dan saya cukup bangga dengan keberhasilan setiap guru di sekolah saya atas upaya mereka meningkatkan kualitas pembelajaran,” ungkapnya.
Meski sangat terbantu dengan kehadiran Ruangkelas, Mandanne mengaku merasa galau akibat adanya rencana pembelajaran luar jaringan (luring) yang diterapkan 100 persen.
Wacana itu membuat dia harus menghadapi arus balik dengan sistem belajar cara lama, yakni menggunakan berbagai kertas dan pembelajaran konvensional.
Baca juga: Banyak Manfaat, Yuk Ikut Sekolah Online Ruangguru Gratis
“Cara lama ketika supervisi kelas harus dibuat dengan mengunjungi kelas yang sudah di-setting untuk dikunjungi. Cara lama arus balik ini bisa membunuh visi digitalisasi sekolah dengan melemahkan motivasi guru untuk semakin paham literasi digital,” ujarnya.
Hal yang paling ditakutkan Mandanne adalah para guru menyerah untuk semakin meningkatkan literasi digital, sementara mereka dituntut untuk terus mengajar generasi digital.
Dia mengaku, Ruangkelas telah banyak membantu secara administrasi. Semua absensi dan tugas siswa terkumpul dan tidak memenuhi memori smartphone.
“Nilai-nilai siswa juga tercatat rapi dan bisa diunduh. Saya juga bisa chat eksklusif mengenai tugas di aplikasi tersebut,” kata dia.
Baca juga: Ruangguru Mundur dari Platform Digital Kartu Prakerja, Apa Dampaknya?
Mandanne merasa senang mengetahui bahwa saat ini para siswa mulai sadar, smartphone tidak hanya digunakan sebagai media hiburan, tetapi juga sarana untuk belajar dan bertanggung jawab untuk mencatat kehadiran diri sendiri.
“Buat para siswa, mereka bilang kalau aplikasi Ruangguru mengingatkan mereka kapan ada tugas baru, kapan tugas selesai, dan berapa yang belum,” ujarnya.
Nilai-nilai setiap tugas pun hadir secara real-time. Alhasil, ketika ada nilai yang kurang, siswa bisa secara langsung meminta remedial kepada guru.
“Guru-guru juga dimudahkan karena remedial bisa dibuat kapan saja dan di mana saja. Bisa bikin soal baru, tapi kalau mau pakai yang lama juga tinggal diduplikasi,” tambahnya.
Mandanne bercerita bahwa buku biru yang sebelumnya dikumpulkan merupakan mind-map dari sejumlah impian yang ditulis selepas tamat bangku SMA.
Baca juga: Alasan Ruangguru Mundur dari Platform Digital Kartu Prakerja
Dalam buku itu, tepatnya pada 2004, dia menulis bahwa cita-citanya ingin mendirikan sekolah digital. Mimpi ini, kata dia, tidak akan tercapai pada tahun itu karena dia harus melanjutkan kuliah di Fakultas Keperawatan.
“Ketika saya jalani hingga menjadi perawat di departemen tersulit di luar negeri, saya akhirnya kembali untuk menjalani mimpi saya yang lain, yakni menjadi guru,” cerita dia.
Setelah sepuluh tahun menjadi guru, Mandanne akhirnya dipercaya untuk memimpin SMA Prisma Pioneer.
“Ketika mulai galau pada akhir 2021, di benak saya terbayang seorang gadis idealis berseragam putih abu-abu. Dia berbicara kepada saya, ‘Yuk semangat, kamu tahu kita perlu terus mengusahakan digitalisasi sekolah. Jadi jangan menyerah, temukan saja caramu berselancar di atas arus balik itu’,” tuturnya.
Baca juga: Ruangguru Resmi Mundur dari Platform Digital Kartu Prakerja